Dalam rangka penanganan dampak pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional, pemerintah meluncurkan stimulus yang mencakup bidang kesehatan, perlindungan sosial, dan dukungan bagi dunia usaha. Guna memenuhi kebutuhan pembiayaan penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional tersebut, Pemerintah telah memperlebar defisit APBN 2020, dari semula 1,76% PDB menjadi 5,07% (Perpres 54 Tahun 2020) dan 6,34% (Perpres 72 Tahun 2020). 

Pembiayaan penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional yang meningkat menjadi Rp903,46 triliun akan dipenuhi melalui skema berbagi beban (burden sharing) antara pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dalam Surat Keputusan Bersama (SKB).

Hal tersebut disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pada Doorstop Virtual Menkeu bersama Gubernur Bank Indonesia mengenai Hasil Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI terkait Perkembangan Skema Burden Sharing Pembiayaan PEN yang dilakukan secara video conference pada Senin (06/07).
 
Presiden selalu menekankan bahwa penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional merupakan tanggung jawab bersama. Sejalan dengan hal tersebut, Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) kembali bersinergi untuk berbagi beban (burden sharing) dalam melaksanakan penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional, yang dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Kedua antara Menteri Keuangan dan Gubernur BI dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan dan Deputi Gubernur BI.

“Oleh karena itu, pemerintah bersama-sama dengan Bank Indonesia dan dengan suatu dukungan politik baik itu tentu dari Presiden dan kabinet maupun dari sisi DPR, menyepakati agar ada suatu mekanisme burden sharing yang bisa dipertanggungjawabkan secara baik. Baik dari sisi kebijakan ekonomi makronya yaitu kebijakan fiskal moneter maupun dari sisi mekanisme yang bisa dipertanggungjawabkan melalui market dan juga acceptable secara politik,” ungkap Menkeu. 

Burden sharing antara Pemerintah dengan BI ini dilakukan dengan prudent (hati-hati), penerapan tata kelola yang baik (good governance), serta transparan dan akuntabel. Skema burden sharing juga berpegang pada beberapa prinsip utama yaitu menjaga fiscal space dan sustainability dalam jangka menengah, menjaga kualitas defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ditujukan untuk belanja yang produktif dan mendukung penurunan defisit APBN secara bertahap menjadi di bawah 3% mulai tahun 2023. 

Selain itu, implementasi burden sharing  juga dilakukan dengan menjaga stabilitas nilai tukar, suku bunga, dan inflasi agar tetap terkendali serta memperhatikan kredibilitas dan integritas pengelolaan ekonomi, fiskal, dan moneter sehingga diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang sustainable.

“Prinsip-prinsip burden sharing yang dituangkan dalam SKB nanti adalah yang di satu sisi tetap menjaga keberlangsungan fiskal dan menciptakan fiskal space di dalam jangka menengah panjang, namun disisi lain tetap menjaga stabilitas dan kredibilitas dari kebijakan moneter di dalam menjaga nilai tukar, tingkat bunga dan inflasi secara terkendali. Jadi, kebijakan fiskal dan moneter dua-duanya diletakkan di dalam posisi sejajar sebagai penjaga dan sekaligus pengelola kondisi ekonomi Indonesia agar tidak hanya terpaku pada kondisi Covid. Namun kita juga berpikir di dalam pengelolaan jangka menengah panjang secara prudent, sustainable kredibel dan hati-hati,” pungkas Menkeu.***