Pengusaha tempat hiburan di DKI Jakarta harus menghadapi tantangan yang berat. Di tengah pandemi COVID-19 ini, ladang mereka untuk mengais nafkah tidak bisa beroperasi sepenuhnya.

Ketua Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija), Hana Suryani, sudah tidak bisa lagi menyebut kerugian yang dialami. Ia menegaskan tak ada pemasukan sama sekali selama 4 bulan terakhir.

"Kami sudah diujung tanduk semuanya, rumah-rumah pada diusirin, terus pengusaha aset-asetnya diagunkan dan itu sebentar lagi akan ditarik oleh bank, yang ada kita gelandangan semua," kata Hana saat dihubungi, Rabu (22/7).

Hana mengatakan dalam kondisi tidak adanya penghasilan itu, para pengusaha masih harus membayar keperluan seperti listrik. Tidak heran, tempat mereka sudah ada yang disegel karena tidak bisa melunasi tagihan.

"Malah ya pengusaha sewanya pada mati, pada enggak bisa bayar. Terus listrik harus bayar, disegel-segelin kayak gitu. Iya kalau ada yang ampe nunggak-nunggak bayar abode, listrik itu mahal," ujar Hana.

"Belum lagi pajak reklame berjalan terus, belum lagi ruko-ruko pengusaha yang sewa di ruko yang enggak bayar itu asetnya kan interior. Interiornya enggak bisa diangkat kan harus dibongkar, dibongkar artinya apa ya rugi," tambahnya.

Untuk itu, Hana meminta ada solusi dari Pemprov DKI. Sejak awal PSBB, ia mengaku tidak pernah diajak duduk bareng memikirkan permasalahan tersebut. Padahal, kata Hana, pihaknya juga menjadi penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD).

"masalahnya kami pebisnis dan Pemprov bukan pebisnis. Jadi mereka enggak tahu kesusahan kami. Lucu, makanya pemangku kebijakan ini kalau bukan pebisnis enggak peduli sama pebisnis," ungkap Hana.

Atas kondisi tersebut, Hana bersama teman-temannya sudah menyampaikan aspirasi di depan Balai Kota DKI. Ia mengaku ditemui perwakilan Pemprov DKI. Namun, belum ada solusi atau kepastian kapan mereka bisa beroperasi kembali,dikutip dari Kumparan.

Hana menegaskan pihaknya akan terus mendesak agar tempat hiburan di DKI Jakarta segera buka. Ia mengaku siap menjalankan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran virus corona.

"Siapa pun yang coba menolak dan ngomong kami enggak boleh buka, saya undang wawancara live, terbuka diskusi enggak apa-apa, jangan ngomong di belakang. Kalau ada yang ngomong hiburan jangan dibuka apalagi di media, saya timpalin mari pak diskusi biar masyarakat melihat," ungkap Hana.

Tidak beroperasinya tempat hiburan di DKI Jakarta membuat terapis dan pekerja lainnya yang jumlahnya mencapai 19 ribu terpaksa harus menganggur. Mereka ada yang banting setir menjadi driver ojek online. Namun tidak maksimal karena sepi.

Sejumlah pekerja lainnya ada yang memilih pulang kampung karena tidak kuat menahan beban tanpa pemasukan di DKI Jakarta. Sementara yang masih bertahan di Jakarta harus menyiasatinya seperti patungan tempat tinggal.*#