Permohonan maaf yang disampaikan pelaku penghinaan atau ujaran kebencian yang dilakukan oknum masyarakat terhadap profesi guru, dianggap belum cukup.

Dengan dasar itulah para guru pada akhirnya secara resmi melaporkan pemilik akun Facebook berinisial DI ke polisi.

Menurut salah seorang perwakilan guru, Wahyudin, upaya hukum dilakukan dengan tujuan memberikan efek jera bagi pelaku.

Diharapkan pula, hal ini bisa menjadi contoh bagi yang lain agar lebih hati-hati dalam menggunakan media sosial.

Dikatakan Wahyudin, para guru memberikan laporan secara resmi ke Mapolres Garut pada Selasa, 28 Juli 2020 sore.

Mereka baru kembali dari Mapolres pada malam harinya.

"Ya, secara resmi kami telah memberikan laporan ke pihak Kepolisian kemarin sore hingga malam. Ini diharapkan bisa memberikan efek jera bagi pelaku dan juga bisa menjadi pelajaran bagi siapapun agar tak sembarangan mengunggah sesuatu di media sosial," ujar Wahyudin, Rabu, 29 Juli 2020.

Para guru, tutur Wahyudin, berharap ke depannya tidak ada lagi kasus serupa.

Oleh karenanya, meskipun secara pribadi para guru mau menerima permintaan maaf yang disampaikan pelaku, akan tetapi mereka tetap meminta agar kasus ini diproses secara hukum.

Permintaan maaf secara langsung telah disampaikan oleh pemilik akun facebook berinisial DI di Gedung PGRI Garut di Jalan Pasundan, Kecamatan Garut Kota, Selasa.

Saat itu DI datang ke Gedung PGRI dengan mengenakan jaket berwarna merah dengan pengawalan ketat sejumlah anggota polisi sekitar pukul 15.00 WIB

Di hadapan pengurus Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Garut dan juga sejumlah perwakilan guru, DI menyampaikan permohonan maafnya. Pertemuan antara DI dengan pengurus PGRI dan perwakilan guru dilaksnakan dilantai dua Gedung PGRI.

Sementara itu, di luar gedung, ratusan guru dari berbagai daerah di Garut, bahakn ada juga dari kabupaten lain, bergerombol karena ingin melihat langsung wajah orang yang telah berani menghina profesi guru.

Foto Peristiwa

Dengan terbata-bata, saat itu DI menyampaikan permohonan maaf atas kesalahan yang telah diperbuatnya yakni mengunggah pernyataan yang dianggap telah menghina dan melecehkan profesi guru. Permintaan maaf menurutnya bukan hanya disampaikan kepada guru-guru yang ada di Garut tapi juga di seluruh Indonesia.

DI mengakui kalau saat itu dirinya khilaf akibat rasa kesal yang dirasakannya karena sekolah tak kunjung dibuka juga. Sementara dirinya telah terlanjur meminjam uang ke bank keliling untuk bisa membeli pakain seragam untuk tiga orang anaknya.

"Sebelumnya, tulis PR, anak-anak saya mendengar informasi kalau sekolah akan kembali dibuka dan mereka akan kembali melaksanakan kegiatan belajar di sekolah. Makanya mereka kemudian merengek agar dibelikan baju seragam baru dan peralatan sekolah lainnya padahal saat itu saya tak punya uang," kata DI.

Ia mengungkapkan, anak sulungnya saat ini masih sekolah di bangku SMA sedangkan dua anaknya yang lain masih di SD. Namun ternyata setelah ia membelikan seragam dan peralatan sekolah lainnya, sekolah masih saja belum dibuka sehingga ia pun tak kuasa menahan kekesalannya dan kemudian membuat pernyataan yang diunggah di facebook.

DI juga menyebutkan kalau sehari-hari ia berprofesi sebagai sopir angkutan pariwisata. Namun sejak pandemi Covid-19, ia berhenti bekerja karena tempat wisata ditutup.

"Sudah lima bulan saya tak lagi bekerja, tepatnya sejak rame-rame masalah virus Corona. Makanya saat anak-anak meregek minta dibelikan baju seragam dan peralatan sekolah, saya terpaksa minjam ke bank keliling karena takut sekolah benar-benar dibuka," ucap DI.

Diakui DI, dirinya sama sekali tak pernah menduga jika unggahannya di facebook itu akan berujung seperti ini. Kini dirinya bahkan sampai harus berurusan dengan pihak kepolisian karena dilaporkan para guru yang merasa terhina dan dilecehkan oleh unggahannya.

Adanya laporan dari pihak guru terkait penghinaan dan pelecehan yang dilakukan seorang oknum warga, dibenarkan Plh Kasubag Humas Polres Garut, Ipda Muslih Hidayat. Saat ini, polisi telah mengamankan DI dan sedang melakukan pemeriksaan terhadapnya.

Sementara itu, Ketua Serikat Guru Indonesia (SEGI) Kabupaten Garut, Apar Rustam, menyamapikan bahwa dalam menyikapi kejadian ini diperlukan adanyakebijakan dari semua pihak. Ujaran kebencian yang telah dilontarkan oleh oknum masyarakat melalui unggahannya di akun facebook memang telah melukai hati para guru.

Namun menurut Apar, ujaran kebencian itu dilontarkan DI karena ada latar belakang kekesalan yang dirasakannya akibat sekolah yang tak juga dibuka. Padahal sebelumnya ia telah meminjam uang kepada bank keliling untuk keperluan membeli seragam dan perlengkapan sekolah ketiga anaknya.

"Saya melihat ada latar belakang himpitan ekonomi juga yang menyebabkan pelaku merasa kesal hingga akhirnya membuat unggahan yang sangat tak pantas karena dianggap telah menyebarkan ujaran kebencian kepada guru. Ini juga terjadi akibat terbatasnya pengetahuan masyarakat atas kebijakan pemerintah sehingga ujung-ujungnya menyalahkan guru," komentar Apar.

Selama ini, tambah Apar, guru memang selalu menjadi kambing hitam ketika ada kebijakan pemerintah atau sekolah yang dianggap membebani orang tua siswa. Guru adalah pihak yang paling sering disalahkan dan dituding macam-macam oleh orang tua siswa dan hal ini tentu sangat memprihatinkan.

"Dalam hal ini, SEGI Garut menilai memang sudah selayaknya kalau kemudian kasus ujaran kebencian yang telah menyakiti hati guru ini dijalankan mekanisme hukum. Namun ada baiknya juga jika kita lebih bijak dalam menyikapi hal ini apalagi yang melakukan ujaran kebencian adalah masyarakat yang mempunyai keterbatasan," katanya.

Apar menyebutkan, selama ini ungkapan pelecehan terhadap profesi guru telah sering terjadi di Garut. Sebelumnya, ada oknum pejabat pemerintah yang mengatakan guru bodoh dan juga ada pakar pendidikan yang menyebutkan guru tak berkualitas dan semuanya tak ada yang diproses hukum karena kasusnya selesai dengan hanya permintaan maaf.

Apar pun berharap, dalam kasus ujaran kebencianyang melibatkan oknum masyarakat ini, ada baiknya juga kalau bisa diselesaikan dengan musyawarah kekeluargaan, apalagi pelaku secara terbuka sudah menyampaikan permintaan maaf dan telah mengakui kekhilafan yang telah dilakukannya.

"Kemarin sudah buat laporan dari perwakilan guru. Satreskrim masih mempelajari laporannya," katanya.***