Indonesia Corruption Watch (ICW) mengingatkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal mantan narapidana, termasuk korupsi, dilarang untuk maju dalam kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Hal tersebut diputuskan MK pada Desember 2019 lewat Putusan no. 56/PUU-XVII/2019.

“Putusan MK itu menyetakan mantan terpidana korupsi diharuskan menunggu hingga 5 tahun setelah keluar dari penjara, baru kemudian diperbolehkan untuk maju sebagai kepala daerah,” kata peneliti ICW Egi Primayogha, Kamis, 30 Juli 2020 seperti dikutip dari suaracom.

Adapun keputusan tersebut mengabulkan permohonan yang diajukan ICW dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Saat itu, ICW dan Perludem mengajukan uji materi terhadap UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

“Pelarangan mantan napi korupsi juga telah diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 1 tahun 2020,” ujar Egi.

Menurutnya, pelarangan mantan napi korupsi untuk maju sebagai calon kepala daerah adalah hal penting.

Kepala daerah, kata Egi, harus merupakan sosok yang memiliki integritas dan kapasitas. Pilkada sebagai proses menentukan pemimpin harus dapat memastikan terpilihnya pemimpin yang berkualitas.

MA

“Jika mantan napi korupsi maju sebagai calon kepala daerah, maka cita-cita itu akan tercoreng,” ujarnya.

Diketahui, tahapan Pilkada Serentak 2020 akan tetap digelar di tengah pandemi.

Sebanyak 270 daerah akan tetap melaksanakan helatan 5 tahunan tersebut.

Pemungutan suara yang semula dijadwalkan pada September 2020 telah diundur hingga Desember 2020.**