Ustad Jajang Hamzah, sudah hafidz Qur'an 30 Juz di usia millenial. Kini, sehari-harinya ia bersentuhan langsung dengan masyarakat sebagai Amil di Desa Manggung jaya Kecamatan Cilamaya Kulon, bahkan Pendidikan formalnya juga hanya di tempuh dengan sekolah paket C di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Namun, soal hafalan Qur'an, alumni pesantren hafidz binaan KH Muhtadi Al Hafidz ini, tak bisa di ragukan lagi. Tak heran, Ustad hafidz yang berkacamata ini, lolos seleksi sebagai guru hafidz Qur'an program Gubernur Jawa Barat "Satu Desa Satu Hafidz" di komunitas Jami'atul Quro Wal Hufadz (JQH). Sayangnya, penugasan yang jauh lintas kecamatan, tak sebanding dengan penerimaan pemerintah desa dan kesejahteraannya. 

"Betul, saya di tugaskan di daerah Cikampek untuk mencetak hafidz-hafidz baru dengan honor Rp1 juta perbulan. Sempat trauma karena pernah di tolak pemerintah desa, akibat ketidaktahuan program Pemprov Jawa Barat ini karena memang sosialisasinya yang kurang sih, " Kata Jajang Hamzah kepada pelitakarawang.com baru-baru ini. 


Ia mengaku, bahwa program ini kurang "terpasarkan" karena tidak melalui birokrasi misalnya Pemkab, Kementrian Agama dan atau Kecamatan, tapi melalui jaringan JQH. Sehingga, ketika ia hendak meyakinkan pemerintah desa tujuan yang ditunjuk tugas, sangat mafhum jika Kepala Desa dan pegawainya sedikit mawas diri, karena di desa-desa juga banyak guru ngaji dan atau mungkin hafidz Qur'an. Kemudian, soal penugasan yang jauh lintas kecamatan, kemungkinan memang tidak semua Kecamatan punya banyak Hafidz Qur'an, sehingga banyak uang di tugaskan ke kecamatan-kecamatan yang jauh dan langka hafidznya. "Saya sempat di tolak sekali, kemudian saya diantar Kades Saya dari Manggungjaya untuk meyakinkan program ini ke Kades tempat saya akan bertugas, " Katanya. 

Dedi Embun, Kades Manggungnya mengatakan, di desanya banyak hafidz Qur'an karena ada pesantren khusus Quran yang menjadi basisnya pimpinan Kiai Sepuh KH Muhtadi Al Hafidz. Salah satu Hafidz Qur'an dari desanya sempat mengeluh, karena sempat trauma izin ke birokrasi pemerintah desa kesannya masih meragukan, padahal ini merupakan program Gubernur satu desa satu hafidz yang memang kurang banyak tersosialisasikan karena tidak melalui birokrasi. "Betul kita antar untuk meyakinkan kades setempat, ini warga kami yang membawa program satu desa satu hafidz yang sudah punya SK dan kiranya bisa diberi izin mengajar Hafidz, " Katanya. (Rd)