Cendekiawan muslim Azyumardi Azra mendukung rencana Kementerian Agama untuk melakukan peningkatan kapabilitas dan kompetensi penceramah agama. Ini disampaikan Azra saat menjadi narasumber pada “Sosialisasi Program Bimtek Penceramah Bersertifikat” yang digelar Direktorat Jenderal Bimbingan Islam Kementerian Agama, di Jakarta. 
“Saya mendukung program peningkatan kapabilitas dan kompetensi penceramah ini. Apa pun namanya, dulu sempat disebut standarisasi, sertifikasi, atau penceramah bersertifikat, tapi substansinya adalah peningkatan kapabilitas dan kompetensi penceramah agama kita,” ujar Azyumardi Azra, Kamis (17/09). 
Azyumardi Azra
Peningkatan kapabilitas dan kompetensi menurut Azra bukanlah suatu bentuk campur tangan negara dalam kehidupan agama, melainkan bentuk peningkatan pelayanan keagamaan bagi umat. “Peningkatan kompetensi ini kan memang kewajiban kita semua. Saya kira ikhtiar Bimas Islam untuk melakukan peningkatan kompetensi dan kapabilitas penceramah ini sangat baik. Saya dukung itu,” kata Azra yang menyampaikan materi tentang "Harmonisasi Negara, Agama, dan Dakwah". 
“Namun, mungkin diksinya bisa diubah jangan penceramah bersertifikat. Bisa dengan lokakarya, program peningkatan kapabilitas, atau apa. Itu hal teknis, tapi secara substansi, saya setuju. Penceramah yang telah mengikuti peningkatan kompetensi ini mendapatkan sertifikat, itu tidak masalah,” imbuhnya. 
Ia  menyebutkan setidaknya ada tiga kompetensi yang harus dimiliki oleh penceramah agama. Pertama, kompetensi keilmuan dan kecakapan tentang Islam sekaligus kebangsaan atau ke-Indonesiaan. “Seorang Dai atau penceramah harus memiliki pemahaman Islam komprehensif, tidak sepotong-potong, adhoc, dan bermuatan politik ideologis dan kekuasaan,” kata Azra. 
Kedua, kompetensi pendekatan dan metodologi dakwah. Seorang penceramah, lanjut Azra, harus memahami cara komunikasi dan penyampaian pesan Islam yang efektif. “Salah satunya, dakwah itu bil hikmah, dengan cara yang baik. Kompetensi ini harus dimiliki oleh penceramah agama,” tuturnya. 
Ketiga, kompetensi akhlaqul karimah. “Ini penting bahwa seorang dai atau penceramah harus dapat menjadi tauladan. Apa yang menjadi perbuatannya sesuai dengan perkataan yang disampaikannya,” lanjut Azra. 
Dalam menjalankan program peningkatan kapabilitas dan kompetensi penceramah ini, Azra menyarankan pemerintah untuk melibatkan ormas-ormas yang ada. “Saat ini launching tidak apa dilakukan oleh pemerintah, tapi ke depan dapat diserahkan kepada divisi dakwah yang dimiliki oleh masing-masing ormas,” tuturnya. 
Bukan saja dengan ormas, Azra mengusulkan peningkatan kompetensi penceramah ini perlu juga melibatkan Fakultas Dakwah yang ada pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri dan Swasta. “Hal ini dibutuhkan agar dai atau penceramah agama kita dapat menguasai metodologi dan kerangka berpikir ilmiah. Bila kompetensi ini dimiliki, maka tidak akan lagi seorang penceramah asal berbicara,” terang Azra. 
Terakhir, Azra mengusulkan agar Kemenag membuat pangkalan data penceramah agama. “Ini bukan hanya untuk kepentingan pengembangaan dan pemetaan kompetensi penceramah saja. Yang lebih utama adalah untuk peningkatan kesejahteraan para dai atau penceramah,” cetus Azra.***ts