Kejaksaan Agung (Kejagung) memutuskan untuk menunda proses hukum terhadap calon kepala daerah (cakada) selama Pilkada Serentak 2020 digelar.

Keputusan ini diambil guna menghindari Kejagung dijadikan alat untuk menjegal salah satu pasangan calon yang maju pada pilkada.

Kebijakan ini juga telah dilakukan oleh Polri yang ditandai dengan keluarnya telegram dari Kapolri Jenderal Idham Azis.

Kapuspenkum Kejagung Hari Setiyono mengklaim, pihaknya sudah lebih dulu mengeluarkan kebijakan tersebut.

Menurut dia, penundaan proses hukum ini adalah arahan dari Jaksa Agung ST Burhanuddin.

“Kami sudah duluan (keluarkan aturan penundaan proses hukum),” sebut Hari saat dihubungi, Senin (7/9).

Hari menambahkan, penundaan penanganan perkara terhadap pasangan calon kepala daerah juga tertuang dalam Instruksi Jaksa Agung RI Nomor 9 Tahun 2019 tentang Optimalisasi Peran Kejaksaan RI dalam Mendukung dan Menyukseskan Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2020. Khususnya paslon yang diduga tersangkut masalah korupsi.

“Penundaan ini supaya penanganan tindak pidana korupsi tidak dipolitisir atau dimanfaatkan sebagai isu untuk menggagalkan pihak tertentu dalam pilkada,” imbuh Hari.

Diketahui, terkait penundaran proses hukum terhadap paslon yang maju di pilkada, Kapolri Jenderal Idham Azis mengeluarkan surat telegram bernomor ST/2544/VIII/RES.1.24./2020 tertanggal 31 Agustus 2020,dikutip dari JPNN.

Kadiv Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, penundaan proses perkara hukum perlu dilakukan untuk menjaga netralitas Polri dalam Pilkada Serentak 2020. Juga untuk menghindari konflik kepentingan.

Kantor Kejagung RI

“Paslon yang sedang bermasalah hukum kalau polisi lakukan pemeriksaan bisa dituduh tidak netral. Itu yang kami hindari,” ujar Argo kepada wartawan, Rabu (2/9)***