Akibat pecahnya segmen-segmen megathrust jalur sepi gempa (seismic gap) di Samudera Indonesia secara bersamaan, masyarakat yang bermukim di sepanjang Pantai selatan Jawa Timur dan selatan Jawa Barat diimbau untuk waspada terhadap adanya potensi Tsunami.

Foto Ilustrasi Laut Selatan

Guru Besar bidang Seismologi di Institut Teknologi Bandung (ITB), Sri Widiyantoro menjelaskan terkait perkiraan tersebut.

"Tinggi tsunami dapat mencapai 20 meter di pantai selatan Jawa Barat dan 12 meter di selatan Jawa Timur," kata Widiyontoro seperti dikutip dari RRI.

Widiyantoro juga mengungkapkan bahwa hasil riset menggunakan data gempa dari katalog BMKG dan katalog International Seismologocal Center (ISC) periode April 2009 hingga November 2018.

Dalam hasil tersebut, mengungkapkan adanya zona memanjang di antara pantai selatan Pulau Jawa dan Palung Jawa yang memilimi sedikit aktivitas kegempaan.

"Karena itu kami mengidentifikasinya sebagai seismic gap," ujar Widiyantoro lewat keterangan tertulisnya.

Lalu, tim juga memanfaatkan data GPS yang berasal dari 37 stasiun yang telah dipasang di Jawa Timur dan Jawa Tengah selama enam tahun terakhir.

Hasil pengolahan data yang digunakan sebagai model simulasi numerik tinggi tsunami di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa, apabia terjadi gempa besar.

Area tersebut dapat berpotensi menjadi sumber gempa di masa mendatang, jika deformasi GPS yang diamati lebih kecil daripada laju gerak lempeng (defisit slip).

Widiyantoro menjelaskan bahwa pendekatan dan asumsi yang digunakan dalam studi ini serupa dengan yang digunakan untuk penelitian Palung Nankai di Jepang.

Dengan mengadopsi asumsi tersebut, area laju gerak lempeng yang tinggi tadi berpotensi pecah secara bersamaan atau terpisah saat terjadi gempa.

Luas zona defisit slip di selatan Jawa Barat setara gempa bumi dengan magnitudo 8.9, juga dengan asumsi periode ulang gempa 400 tahun sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya.

Sedangkan zona dengan defisit slip tinggi di bagian timur setara dengan gempa bermagnitudo 8.8 untuk periode ulang yang sama.

"Sedangkan jika kedua zona defisit slip tersebut pecah dalam satu kejadian gempa, maka akan dihasilkan gempa dengan kekuatan sebesar Mw 9.1," ucap Widiyantoro.

Tim melakukan pemodelan tsunami dengan tiga skenario untuk memperkirakan potensi bahaya tsunami di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa.

Pemodelan tersebut yaitu pada segmen Jawa bagian barat, segmen Jawa bagian timur, dan segmen gabungan dari Jawa bagian barat dan timur.

Hasilnya adalah potensi tsunami yang sangat besar dengan ketinggian maksimum 20.2 meter di dekat pulau-pulau kecil sebelah selatan Banten dan 11.7 meter di Jawa Timur.

"Tinggi tsunami bisa lebih tinggi daripada yang dimodelkan jika terjadi longsoran di dasar laut seperti yang terjadi ketika Gempa Palu dengan magnitudo 7.5 pada tahun 2018," tulis hasil riset itu.

Widiyantoro mengatakan, kajian multidisiplin ini yang mencakup analisis data seismik dan geodetik serta pemodelan tinggi tsunami secara jelas mengungkapkan adanya seismic gap di lepas pantai selatan Jawa yang dapat menjadi sumber gempa besar pada masa mendatang, dengan tsunami yang juga sangat destruktif.

Menurut Widiyantoro, hasil studi ini juga mendukung seruan untuk menambah instrumen sistem peringatan dini tsunami yang relatif masih jarang untuk area di selatan Pulau Jawa, dan juga untuk melindungi penduduk yang tinggal di wilayah pesisir.

Tim riset yang disebutkan sebelumnya memiliki sembilan anggota, yaitu Endra Gunawan, Nick Rawlison, Abdul Muhari, Nuraini Rahma Hanifa, Jim Mori, Pepen Supendi, Susilo, Andri D Nugraha, Hasbi A Shiddiqi, dan Hengki E Putra.***