DPR dan Pemerintah resmi menyelesaikan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja di tingkat I atau tingkat badan legislasi (baleg) DPR. Dengan demikian, tinggal disahkan di Rapat Paripurna pada Kamis, 8 Oktober mendatang lalu diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM.

Demo

Keputusan tingkat I diambil dalam rapat terakhir panitia kerja RUU Omnibus Law Cipta Kerja di DPR pada Sabtu malam (3/10).

Perwakilan pemerintah yang hadir secara langsung dan daring antara lain Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menkumham Yasonna Laoly, Menaker Ida Fauziah.

Kemudian, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri KLHK Siti Nurbaya Menteri ESDM Arifin Tasrif serta Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki.

“Apakah semuanya setuju untuk dibawa ke tingkat selanjutnya?” kata Ketua Baleg SUpratman Andi Agtas.

“Setuju.” tutur para peserta rapat.

Dalam rapat terakhir tingkat baleg, fraksi Demokrat dan PKS memutuskan untuk menolak ikut menetapkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Perwakilan Fraksi Demokrat Hinca Panjaitan menilai masih ada substansi yang perlu dibahas komprehensif, sehingga tak bisa diburu-buru.

“Berdasarkan itu maka kami izinkan partai demokrat menyatakan menolak RUU Ciptaker ini. Kita tidak perlu terburu-buru. Ini penting agar produk yang dihasilkan dari RUU Ciptaker tidak berat sebelah, berkeadilan sosial, serta mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang sebenarnya,” kata Hinca dalam Raker Pengambilan Keputusan Tingkat I, Sabtu (3/10).

Sementara itu, tujuh fraksi lainnya setuju membawa pembahasan ke tingkat selanjutnya, yaitu fraksi PDIP, Gerindra, Golkar, PKB, Nasdem, PAN dan PPP menerima.

Diketahui, RUU Omnibus Law memuat 11 klaster. Berikut klaster yang dimuat dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

1. Penyederhanaan perizinan tanah

2. Persyaratan investasi

3. Ketenagakerjaan

4. Kemudahan dan perlindungan UMKM

5. Kemudahan berusaha

6. Dukungan riset dan inovasi

7. Administrasi pemerintahan

8. Pengenaan sanksi

9. Pengendalian lahan

10. Kemudahan proyek pemerintah

11. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

Sebelumnya, pemerintah dan DPR sepakat mengeluarkan subklaster pers dan pendidikan dari RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

RUU Omnibus Law menuai banyak kritik dari sejumlah pihak. Terutama aktivis lingkungan dan para pekerja atau buruh. Terbaru, sejumlah organisasi buruh mengancam akan melakukan mogok kerja nasional.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang Dan Kulit (FSP TSK) SPSI yang juga Presidium Aliansi Gekanas (Gerakan Kesejahteraan Nasional), Roy Jinto menyatakan, aksi tersebut akan dilakukan pada 6-8 Oktober 2020.

Selama ini, sejumlah organisasi buruh juga sudah beberapa kali menggelar demonstrasi menolak RUU Omnibus Law di berbagai daerah.***