Badan Intelijen Negara (BIN) mengatakan bahwa pihaknya sudah memprediksi dari jauh-jauh hari bahwa akan terjadi bentrokan dengan aparat kepolisian dalam aksi unjuk rasa tolak Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) Omnibus Law di sejumlah daerah Indonesia.
Hal tersebut diungkapkan oleh Juru bicara Badan Intelijen Negara (BIN), Wawan Heru Purwanto pada Kamis, 8 Oktober 2020 sebagaimana dikutip dari RRI.
Dirinya menegaskan bahwa peserta aksi demonstrasi penolakan UU Ciptaker tersebut diakuinya masih terkontrol oleh pihak aparat hukum.
"Ya, kami sudah prediksi. Tapi, selama kita terukur, dan kita undercontrol, yang penting meminimalisir, korbannya tidak banyak yang berjatuhan. Kalau terjadi pembakaran kita langsung padamkan dengan berbagai cara. Kalau rusuh kita semprot pakai water cannon, gas air mata," kata Wawan.
Wawan mengatakan, BIN sudah cukup pengalaman dalam memprediksi kejadian-kejadian setiap ada massa melakukan unjuk rasa.
Tapi, kata dia, BIN tidak dapat melarang aksi demontrasi tersebut karena menyampaikan pendapat di muka umum telah diatur oleh undang undang.
Wawan menambahkan Demonstrasi harus dilakukan secara damai agar mobilitas masyarakat di sekitar tidak terganggu dan tetap aman.
Bila peserta aksi melakukan tindak anarkis dan merusak fasilitas, maka akan dikenai sanksi oleh aparat hukum.
"Kita cukup pengalaman dalam menangani aksi demo sudah puluhan tahun itu. Tapi kan kita tidak bisa melarang demo karena kita negara demokrasi. Tapi kita tetap sampaikan tidak boleh anarkis, tidak boleh merusak. Kalau dia melakukan itu ada sanksinya," katanya.
Ia juga menyampaikan aksi aparat kepolisian dalam mengawal aksi demo sudah sesuai protap keamanan agar tidak terjadinya jatuhnya korban.
"Disemprot bukan berarti kita keras, tapi itu untuk menjaga jarak agar tidak jatuh korban, seperti lemparan batu dari massa pendemo," kata Wawan.
Seperti diketahui, aksi unjuk rasa penolakan UU Ciptaker Omnibus Law yang terjadi di sejumlah wilayah di seluruh Indonesia kemarin telah memasuki hari ketiga semenjak dimulai Selasa, 6 Oktober 2020 lalu.
Berbagai lapisan masyarakat dari mulai buruh, mahasiswa, masyarakat umum, hingga anak sekolah turut turun ke jalan untuk menentang UU yang dianggap merugikan bagi para pekerja tersebut.
Bahkan di beberapa kota seperti Jakarta, Bandung, Malang, hingga Yogyakarta aksi unjuk rasa tersebut banyak yang berujung pada kerusuhan serta bentrokan dengan aparat Kepolisian.
Tidak sedikit demonstrasi di sejumlah wilayah tersebut berujung pada perusakan dan pembakaran fasilitas umum.
Diprediksi akibat kerusuhan tersebut, fasilitas publik yang dirusak mengalami kerugian hingga miliaran rupiah.***
0Komentar