Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil berharap pemerintah turut memperhatikan asas keadilan terkait pemberhentian kepala daerah. Permintaan itu diutarakan menanggapi adanya potensi pemberian sanksi pemberhentian kepala daerah oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian usai terjadi kerumunan massa yang terjadi di sejumlah wilayah belakangan ini.

Demo

"Semua jabatan ini ada risikonya. Tapi harus berdasarkan adil, karena biasanya pemberhentian kepala daerah itu kalau dia melakukan perbuatan pribadi tercela gitu kan. Tapi kalau dinamika datang dari pihak masyarakat, ya masa logikanya itu diperlakukan," ujar Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil, di Gedung Badan Reserse Kriminal Polri, Jakarta Selatan, pada Jumat, 20 November 2020.

Meski begitu, Emil mengatakan jika jabatan tak selamanya. Ia bahkan mengutip salah satu ayat dalam Surat Ali Imran Ayat 26 soal kekuasaan. Ia menilai jabatan sebagai kepala daerah itu hanya sementara dan bukan segalanya.

"Saya diajari dalam syariatnya. Allah berikan kekuasaan kepada kami dan Allah juga suatu hari cabut juga kekuasaan," ucap Ridwan Kamil.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian telah meneken Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19, Rabu, 18 November 2020. Instruksi yang ditujukan bagi gubernur dan wali kota/bupati tersebut diteken untuk memastikan kepala daerah mendukung upaya pengendalian Covid-19, khususnya memastikan tak adanya kerumunan massa di tengah masyarakat.

Dalam Instruksi Mendagri ada ancaman sanksi jika hal ini terus terjadi. Lewat instruksinya, Tito mengingatkan bahwa di UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 78, kepala daerah bisa diberhentikan.

"Berdasarkan instruksi pada Diktum keempat, kepala daerah yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dapat dikenakan sanksi pemberhentian," demikian tertuang di poin 5.***ts