Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bakal kembali menggelar aksi unjuk rasa lanjutan penolakan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terutama untuk klaster ketenagakerjaan.

Aksi tersebut dilakukan dalam upaya untuk mengawal sidang judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan agenda penyampaian pemerintah dan DPR tentang Cipta Kerja pada tanggal 18 Januari 2021.

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan aksi tersebut akan dipusatkan di kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Gambir, Jakarta Pusat pada hari Senin 18 Januari 2021, dan bakal diadakan di daerah lainnya.

"Aksi akan ada di 18 titik untuk menyampaikan aspirasi buruh pada 18 Januari saat sidang MK," katanya dalam konferensi pers virtualnya, Sabtu (16/1/2021).

Dalam aksi demo tersebut, Said Iqbal mengatakan tuntutan buruh masih sama yakni dicabutnya Cipta Kerja terutama untuk klaster ketenagakerjaan. Setidaknya ada 69 pasal yang dipermasalahkan buruh, diantaranya penghapusan UMSK, masalah PKWT, dan outsourcing.

"Kami rangkum 12 isu ya, pertama soal upah minum terutama UMSK, kemudian berkaitan dengan hak-hak konstitusional masayarakat dalam hal ini buruh yang terhapus dari UU Cipta Kerja," tuturnya.

Said Iqbal memastikan bahwa demo pada tanggal 18 nanti sudah disampaikan pihak Kepolisian dan siap menjalankan protol kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah.

"Kami tetap menjaga jarak, dan memakai masker hingga hand sanitizer. Dimana aksi hanya diikuti 50 orang," ucapnya.

Sekadar informasi, sejumlah buruh yang tergabung dalam Garda Metal dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) sempat melakukan unjuk rasa di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, Selasa (29/12/2020). Dalam aksi tersebut mereka meminta pemerintah untuk membatalkan Undang-Undang Cipta Kerja.

Saat melakukan aksi unjuk rasa tersebut, mereka tetap mengenakan masker dan pelindung wajah (face shield) untuk menghindari penularan COVID-19. Puluhan buruh tersebut juga tetap menerapkan protokol kesehatan lainnya, seperti menjaga jarak satu sama lain.

Demo buruh

Adapun penolakan UU Cipta Kerja dilatarbelakangi karena Undang-undang tersebut dinilai merugikan buruh, diantaranya kebijakan yang digelontorkan melalui UU Cipta Kerja seperti pengurangan pesangon dan outsourcing pekerja seumur hidup tanpa adanya batas jenis pekerjaan, Sumber : Akurat