Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Willy Aditya, mengatakan ada sejumlah isu krusial dalam pembahasan revisi Undang-Undang Pemilu. Salah satunya ialah mengenai keserentakan Pemilu antara Pilpres dengan Pileg.

Menurut Willy, keserentakan Pemilu serentak pada 2019 menjadi catatan tersendiri di mana bisa dijadikan pembelajaran untuk membuat skema lebih baik. Di mana, Pilpres nantinya tidak terkesan tersingkir lantaran pelaksanannya bersamaan dengan Pileg.

"Bagaimana kita kemudian bisa belajar dari keserentakan Pemilu 2019 itu banyak catatannya. Tapi bagi saya catatan yang paling penting adalah bagaimana Pilpres itu tidak jadi yatim piatu karena yang mengusulkan presiden adalah partai politik," kata Willy dalam diskusi daring 'Asa Politik Indonesia 2021', Rabu (6/1/2021).

"Dan kalau Pileg dan Pilpres dibarengkan maka kemudian pilpres akan diurus oleh relawan dan partai akan sibuk mengurus para caleg dan caleg akan urus dirinya masing-masing," sambung Willy.

Selain menyoal keserentakan Pemilu, isu penting yang juga krusial ialah mengenai ambang batas parlemen maupun presiden.

"Banyak spektrum yang diusulkan dari fraksi-fraksi. Tapi catatan dari threshold baik parliamentary dan presidential, bagi saya kita tidak punya skema lain secara alamiah, secara politis untuk melakukan pematangan demokrasi dan konsolidasi demokrasi," ujar Willy.

Gedung MPR- DPR

Terkait pembahasan revisi UU Pemilu sendiri, dikatakan Willy DPR mentargerkan selesai pada tahun ini.

"Dalam 2021 kita agenda yang akan dituntaskan DPR adalah UU Pemilu karena naskahnya sudah masuk ke Baleg, ini naskahnya tebal sekali. Ini kali pertama undang-undang ini segini tebalnya. Jadi ini undang-undang pertama Pemilu pasca reformasi '99 yang diinisiasi DPR," tandas Willy.