Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengkritisi program terbaru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), yakni Program Sekolah Penggerak (PSP). Sebab, program ini dikhawatirkan akan tumpang tindih dengan program lainnya yang berorientasi pada peningkatan kompetensi guru.

Logo

Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim menuturkan bahwa PSP berpotensi tidak akan efektif, mengingat sekarang masih kondisi pandemi, yang untuk belajar PJJ saja banyak kendala.

“Pelatihan-pelatihan online bagi guru tentu hanya akan mampu mengakomodir guru yang punya akses digital, ada laptop atau gawai, dan akses internet. Kita paham ada 46.000 sekolah menurut Kemenko PMK yang tak bisa PJJ Online selama ini,” jelas dia dalam keterangan tertulis, Senin (22/2).

Ia melanjutkan, PSP ini juga sangat mirip dengan Program Guru Penggerak (PGP) dan Progran Organisasi Penggerak (POP). Sebab sasarannya sama, yaitu peningkatan kompetensi guru dalam pembelajaran, yang guru-guru ini akan diprioritaskan menjadi pimpinan sekolah.

“POP itu fokusnya pelatihan untuk peningkatan kompetensi guru oleh Ormas yang kemarin sempat menjadi polemik. Lalu PGP juga melatih dan menyiapkan guru-guru menjadi pemimpin. Sedangkan PSP untuk memperbaiki ekosistem sekolah yang juga ada entitas guru di dalamnya. Jadi saling tumpang-tindih, tak fokus,” bebernya.

Selain itu, terkait dengan persoalan target jumlah sekolah dari PSP yang sebanyak 2.000 ribu sekolah tahun 2021, lalu 10.000, sampai 40.000 tahun pada keempat. Pihaknya juga mempertanyakan, apakah target tersebut dapat mewakili peningkatan kompetensi pendidikan di Tanah Air, mengingat bahwa terdapat 400 ribu sekolah di Indonesia.

“Bagaimana peluang sekolah-sekolah pinggiran, prestasi minim, apalagi statusnya swasta, akreditasi C bahkan belum terakreditasi?,” tutur dia.

Menambahkan, Dewan Pakar P2G, Suparno Sastro memandang, hendaknya 3 program di atas tidak dipecah-pecah, sebab ketiganya saling berkaitan erat, jadi terlihat tidak fokus, terkesan hanya target menghabiskan anggaran.

“Dari aspek sosialisasinya pun, program-program terdebut masih membingungkan para guru dan dinas pendidikan. Sebab merujuk nomenklaturnya saja mirip, yaitu sama-sama pakai kata ‘Penggerak’. P2G melihat ramainya hanya di pemberitaan media, belum menyentuh ril guru-guru dan sekolah di pelosok,” tandas dia.***JP