Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR / BPN) menanggapi isu penarikan sertifikat tanah asli seiring penerbitan sertifikat tanah elektronik yang ramai dibicarakan belakangan ini.

Sertipikat Tanah

Direktur Pengaturan Pendaftaran Tanah dan Ruang BPN Dwi Purnama menegaskan bahwa dengan diterbitkannya sertifikat tanah elektronik, tidak otomatis sertifikat analog ditarik oleh pemerintah. "Perlu dijelaskan juga sesuai dengan pasal 16 peraturan tersebut bahwa tidak ada penarikan sertifikat analog oleh kepala kantor," ujarnya seperti dikutip dari situs resmi Kementerian ATR / BPN, Rabu, 3 Februari 2021.

Hal tersebut didasarkan pada pasal 16 ayat 3 Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertipikat Elektronik yang terbit pada awal tahun ini. Di dalam beleid itu disebutkan penerbitan sertifikat tanah elektronik dilakukan melalui pendaftaran tanah pertama kali untuk tanah yang belum terdaftar atau penggantian sertifikat tanah yang sudah terdaftar sebelumnya berupa analog menjadi bentuk digital.

"Jadi saat masyarakat ingin mengganti sertifikat analog ke elektronik atau terjadi peralihan hak atau pemeliharaan data, maka sertifikat analognya ditarik oleh kepala kantor digantikan oleh sertifikat elektronik," kata Dwi.

Beleid yang dirilis pada awal Januari 2021 itu merupakan rangkaian dari transformasi digital yang sedang bergulir di Kementerian ATR / BPN. Tahun lalu telah diberlakukan empat layanan elektronik yang meliputi hak tanggungan elektronik, pengecekan sertifikat, zona nilai tanah dan surat keterangan pendaftaran tanah.

Lebih jauh, Dwi menjelaskan, penerbitan sertifikat tanah elektronik nantinya dapat dilaksanakan melalui pendaftaran tanah pertama kali untuk tanah yang belum terdaftar. Selain itu, penggantian sertifikat analog menjadi sertifikat elektronik untuk tanah yang sudah terdaftar bisa dilakukan seperti secara suka rela datang ke kantor pertanahan atau saat jual beli dan sebagainya.

Dwi menyebutkan alasan diluncurkannya sertifikat tanah elektronik untuk mengefisiensikan pendaftaran tanah dan menciptakan kepastian hukum dan perlindungan hukum. Selain itu agar dapat mengurangi jumlah sengketa, konflik dan perkara pengadilan mengenai pertanahan dan menaikan nilai registering property dalam rangka memperbaiki peringkat Ease of Doing Business (EoDB).

Pendaftaran tanah secara elektronik ini juga diharapkan bisa meningkatkan efisiensi baik pada simpul input, proses maupun output, sekaligus mengurangi pertemuan fisik antara pengguna layanan dan penyedia layanan. Selain sebagai upaya minimalisasi biaya transaksi pertanahan, hal ini juga efektif untuk mengurangi dampak pandemi.

Dalam hal penyelenggaraannya, Dwi Purnama menyatakan nantinya Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik dan PMNA No 3 Tahun 1997 akan berlaku secara berdampingan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah.

Hal ini, kata Dwi, karena pelaksanaan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia belum seluruhnya terdaftar sehingga data fisik dan data yuridis tanah untuk setiap bidang tanah belum seluruhnya tersedia.

"Pemberlakuannya juga akan secara bertahap mengingat banyaknya bidang tanah yang ada di Indonesia, kemudian sesuai dengan kondisi geografis yang sangat beragam dan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang majemuk," ucap Dwi.

Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Kelembagaan, Teuku Taufiqulhadi, menambahkan, dengan diluncurkannya sertifikat tanah elektronik, akan ada nuansa yang berbeda dengan sertipikat analog yang biasa digunakan masyarakat. "Setiap teknologi yang baru diluncurkan, tentu ada budaya yang baru, tidak hanya dari internal, tetapi juga masyarakat sebagai stakeholders terkait," katanya.

Meskipun demikian, Taufiqulhadi memastikan penggunaan sertifikat tanah elektronik secara teknis sama dengan analog.***)