Kementerian Kesehatan akhirnya resmi menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/446/2021, tentang penggunaan tes rapid antigen dalam pemeriksaan Covid-19. Aturan ini memuat tentang penggunaan rapid antigen sebagai cara melacak kontak, penegakan diagnosis, dan skrining Covid-19 dalam kondisi tertentu.

"Rapid antigen ini akan disediakan di puskesmas-puskesmas, dan digunakan untuk kepentingan epidemiologis. Jadi untuk mendiagnosis," kata Juru Bicara Program Vaksinasi Kemenkes, Siti Nadia Wiweko, Rabu, 10 Februari 2021.

Dalam Kepmenkes tersebut, menyebutkan pendanaan terhadap pelaksanaan ketentuan Keputusan Menteri ini dibebankan kepada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), dan sumber dana lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kepmen itu mulai berlaku sejak ditandatangani, yakni pada 8 Februari 2021 lalu.

Penggunaan rapid antigen sebagai langkah pelacakan, kata Nadia, merupakan cara pemerintah meningkatkan upaya pelacakan (tracing), yang selama ini masih dianggap belum maksimal. Penggunaan tes swab RT-PCR sebagai alat uji utama, membutuhkan waktu yang panjang hingga tak efektif untuk melacak penyebaran virus.

Nadia mengatakan jika menggunakan tes RT-PCR sebagai alat utama pelacakan, dari satu orang terkonfirmasi positif, hanya ada 1-10 orang kontak yang dapat diperiksa oleh Kemenkes. Namun dengan rapid antigen ini, ke depan kasus kontak ini bisa dilacak sampai 20-30 orang.

"Diharapkan dengan mengakselerasi pelacakan ini, kita bisa secara lebih dini mendapatkan kasus-kasus positif tanpa gejala, segera kita lakukan penanganan, sehingga pemutusan rantai penularan bisa terjadi," kata Nadia.

Ia mengatakan, nantinya, kasus-kasus yang dinyatakan positif dalam tes rapid antigen ini akan dikategorikan ke dalam positif Covid-19. Namun secara khusus, Kemenkes akan memisahkan sendiri mana yang positif lewat tes RT - PCR dan mana yang positif rapid antigen.***tmp