Kementerian Pertanian melalui Badan Karantina Pertanian memusnahkan jahe impor asal Myanmar dan Vietnam. Totalnya 108 ton, masing-masing 54 ton dari kedua negara yang termuat dalam empat kontainer. "Peningkatan produktifitas dan ekspor tentu harus kita dorong, tentu pemasukan-pemasukan dan potensi-potensi bahaya seperti yang kita lakukan saat ini tentu bagian dari upaya mendorong dan menjaga produktifitas dan kelestarian sumber daya pertanian kita," terang Syahrul Yasin Limpo, Menteri Pertanian RI secara tertulis (22/3).


Pemusnahan komoditas jahe ( _Zingiber Officinale Rosc._ ) impor tersebut dilakukan karena tidak memenuhi persyaratan karantina. Yaitu terdapatnya kontaminan tanah pada media pembawa komoditas pertanian tersebut.

"Ini tentu sudah melalui kajian dan hasil analisa resiko, ini tindakan karantina terbaik yang bisa kita lakukan guna melindungi sumber daya pertanian kita," kata Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan), Ali Jamil yang mewakili Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo memimpin tindakan pemusnahan di Karawang (22/3).


Menurutnya, ia mencontohkan jika salah satu hama yang terbawa oleh tanah seperti jenis nematoda _Xiphinema_ yang terbawa oleh tanah dan termasuk golongan OPTK A1 (belum ada di Indonesia) menyerang areal pertanaman jahe nasional. Maka dengan kemampuan produksi jahe nasional yang ada, kerugian pada tingkat produksi ditaksir mencapai Rp 3,4 triliun. "Ini belum termasuk biaya upaya eliminasi, yang bisa memakan waktu entah berapa tahun, dan biaya ekonomi lainnya yang harus ditanggung, inilah hitung-hitungan yang harus kita jaga," ungkap Jamil.

Masih menurut Jamil, sesuai arahan Mentan, pihaknya berkomitmen menjalankan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang tersebut sekaligus menyelenggarakan perkarantinaan hewan dan tumbuhan dalam satu sistem dengan berdasarkan asas kedaulatan, keadilan, perlindungan, keamanan nasional, keilmuan, keperluan, dampak minimal, transparansi, keterpaduan, pengakuan, nondiskriminasi dan kelestarian.

Deklarasi Karantina Negara Asal Tidak Sesuai

Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok, Hasrul yang juga turut hadir dalam acara tersebut menjelaskan, bahwa importasi jahe tersebut secara administrasi sudah terpenuhi. Namun setelah dilakukan pemeriksaan fisik ditemukan tanah pada hampir semua karung dalam kontainer. 

Hal ini tidak sesuai dengan International Standard for Phytosanitary Measures (ISPM) 40/2017 : guidelines for international movement of growing media in association with plants for planting  dan ISPM 20/2019 : guidelines for phytosanitary import regulatory system, disebutkan untuk peraturan impor tidak diperbolehkan adanya kontaminan salah satunya berupa tanah.

"Importasi tersebut juga belum memenuhi persyaratan sesuai SK Kepala Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati Nomor : B-22322/KR.020/K.3/ 12/2019 tanggal 26 Desember 2019 hal Phytosanitary Requirement Jahe Segar ke Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia disebutkan juga tidak boleh ada tanah dalam media pembawa. Namun, hasil pemeriksaan tidak sesuai dengan Phytosanitary Certificate dari masing-masing negara dideklarasikan bahwa jahe bebas dari tanah dan organisme pengganggu tumbuhan karantina," jelas Hasrul.

Juga tidak terpenuhinya persyaratan pada Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 25 tahun 2020, tentang adanya 166 jenis OPTK yang bisa terbawa melalui tanah.

"Oleh karena itu, tindakan pemusnahan hari ini dilaksanakan sebagai bagian dari upaya mitigasi dini terhadap kemungkinan-kemungkinan masuknya organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK). Tentunya setelah dilakukan tindakan pemeriksaan administratif, fisik, dan kesehatan," ujarnya. 

Komitmen Bersama Seluruh Pemangku Kepentingan

Jamil menambahkan bahwa Karantina Pertanian sebagai institusi layanan publik memiliki tugas dan fungsi untuk mencegah ancaman masuk, keluar dan tersebarnya hama dan penyakit hewan karantina (HPHK), organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK), keamanan dan mutu pangan, pakan, dan lain sebagainya seperti tertuang dalam Pasal 1 UU Nomor 21 tahun 2019.

"Kami apresiasi kepada pejabat Karantina Pertanian di lapangan yang tetap menjaga integritas. Demi melindungi negeri ini dari ancaman HPHK dan OPTK," tuturnya. 

Hal ini juga menurut Jamil merupakan peran pemangku kepentingan, terutama pihak importir sebagai pemilik komoditas. Bersedia dengan sukarela untuk pemusnahan ini.

"Kami pun mengapresiasi kepada Komisi IV DPR RI yang terus mendukung kinerja Karantina Pertanian. Sinergi Lindungi Negeri. Komitmen bersama seluruh pemangku kepentingan sangat penting untuk menjaga kelestarian sumber daya alam hayati kita," pungkasnya.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Dedi Mulyadi juga mendukung upaya yang dilakukan oleh Kementan melalui Barantan dalam menegakkan peraturan perkarantinaan. Ia menegaskan bahwa Barantan harus tegas dalam menegakan aturan perundang-undangan.

Menurut Dedi, kedepan agar dilakukan perbaikan yakni anggaran fokus pada produk, mari menanam jahe dan komoditas pertanian kita lainnya dengan masif.

"Saya berharap tidak ada lagi impor jahe, apalagi yang berpenyakit," tukas Dedi lagi. 

Sebagai informasi,  pemusnahan terhadap 108 ton jahe impor yang tidak memenuhi persyaratan karantina dilakukan dengan dihancurkan menggunakan alat incenerator, di Karawang. 

Secara simbolis dilakukan oleh Kepala Barantan, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi  dan Anggota DPR RI Endang Touhari, pejabat Bea Cukai Tanjung Priok dan TNI/POLRi, pengusaha pemilik komoditas***ts.