Syahrul Aidi Maazat meminta Kementerian Desa, Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) berhati-hati dalam menetapkan suatu wilayah yang tertinggal menjadi wilayah maju. Ia menilai, keputusan yang dibuat oleh Kemendes PDTT kerap tidak berdasarkan dengan realita dan fakta di lapangan. Untuk itu dibutuhkan riset yang akurat dalam menetapkan suatu wilayah tertinggal menjadi maju.

“Harus hati-hati dalam menetapkan wilayah yang tadinya tertinggal menjadi maju, jangan sampai salah. Kenyataannya adalah ketika dicek langsung, daerah tersebut ternyata masih tertinggal,” kata Syahrul , Selasa (23/3/2021).

 

Ia menilai, terdapat tolok ukur dalam memutuskan suatu daerah yang tertinggal menjadi maju, di antaranya ialah akses warga yang mudah, sumber daya maju, sarana dan prasarana baik, kemampuan keuangan daerah serta karakteristik wilayah tersebut. Sehingga apabila semua persyaratannya sudah dipenuhi dapat dipastikan daerah tersebut menjadi maju.

 

“Ada beberapa tolak ukur dalam menetapkan daerah tersebut menjadi maju di antaranya ekonomi yang baik serta akses warga yang mudah dan infrastruktur baik. Jika ini semua sudah dipenuhi, barulah persyaratan menjadi wilayah yang maju dapat diputuskan bukannya sebaliknya main asal putuskan saja tetapi faktanya tidak seperti itu,” ujar Syahrul.

 

Di sisi lain ia mempertanyakan nasib guru-guru yang mengajar untuk daerah tertinggal setelah diputuskan menjadi wilayah maju, sebab selama daerah tersebut tertinggal para pengajar mendapatkan tunjangan yang dibayarkan langsung oleh pemerintah. “Saya bertanya bagaimana nasib guru yang mengajar di daerah tertinggal tetapi diputuskan menjadi maju apakah mereka masih dapat tunjangan?” tanya legislator tersebut.**Ts