Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) menjaring masukan dari sivitas akademika Universitas Brawijaya terkait penelaahan atas laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Dana Alokasi Khusus (DAK). Hasil pemeriksaan pada pemerintah pusat dan daerah yang dilakukan setiap tahun oleh BPK RI menunjukkan masih terdapat permasalahan terkait dengan DAK. 

Foto ilustrasi

Ketua BAKN DPR RI Wahyu Sanjaya mengatakan salah satu permasalahan yang sering ditemukan ialah anggaran DAK meningkat setiap tahunnya, namun serapannya masih rendah. “Kenapa serapan itu rendah, karena yang diusulkan oleh daerah dan diberikan pemerintah pusat itu tidak sinkron. Belum lagi kendala teknisnya lainnya, maka serapan itu jadi rendah,” kata Wahyu.

 

Sisi lain, Wahyu menegaskan alokasi DAK harus selaras dengan kebutuhan daerah. Menurutnya, pemerintah perlu memperhatikan usulan daerah sehingga dana yang bersumber dari APBN itu dapat menunjang pelayanan publik dan berdampak luas bagi masyarakat. Dia menambahkan, DAK dari APBN yang dialokasikan ke daerah, semestinya kegiatan yang didanai merupakan kebutuhan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

 

“Kita juga harap ada transparansi tentang pemberian DAK ini, juga diberikan reward dan punishment.  Kedua, bahwasanya pemerintah pusat bisa lebih mendengar usulan daerah, karena sudah pasti kebutuhan daerah di Jawa dengan kabupaten di luar Pulau Jawa itu kebutuhannya pasti berbeda," jelas politisi Partai Demokrat itu.

 

Sementara itu, Wakil Ketua BAKN Anis Byarwati meminta pemerintah pusat dan pemda untuk memperbaiki perencanaan keuangan DAK. Mengingat, seringkali terjadi keterlambatan petunjuk teknis (juknis) dari pemerintah pusat yang mengakibatkan serapan menjadi rendah. “Misalnya program harus dilaksanakan, tetapi juknisnya belum ada. Sehingga tidak bisa direalisasikan dan dana itu menjadi hangus," ujarnya.

 

Selain keterlambatan juknis, politisi dari F-PKS ini juga menyoroti sistem perencanaan dan penganggaran DAK melalui aplikasi KRISNA (Kolaborasi Perencanaan dan Informasi Kinerja Anggaran) yang belum sinkron dengan prioritas atau kebutuhan daerah. “Jadi, kadang-kadang daerah membuat perencanaan lebih dulu, tapi kemudian setelah itu ketika mereka harus mengisi di aplikasi ternyata kebutuhan itu tidak ada di aplikasi,” jelasnya.

 

Anis menambahkan, masukan-masukan dan saran dari akademisi sangat penting bagi BAKN untuk menyikapi laporan BPK RI terhadap DAK. Nantinya, dana transfer daerah diharapkan mampu menjadi katalisator pembangunan nasional serta meningkatkan pemerataan pembangunan di daerah dalam kerangka desentralisasi fiskal. “Ini menjadi masukan penting bagi BAKN bahwa perlu ada pembenahan-pembenahan DAK, sehingga daerah bisa mendapatkan apa yang benar mereka butuhkan,” tutupnya.**Ts