Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu memproyeksikan akan terjadi kenaikan biaya ibadah haji tahun ini atau Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). BPIH adalah sejumlah dana yang harus dibayar oleh calon jemaah haji untuk menunaikan ibadah haji.

Dalam paparannya bersama Komisi VIII DPR RI, Anggito mengatakan, kenaikan biaya ibadah haji sekitar 26 persen. Untuk biaya nonsubsidi menjadi Rp 44,39 juta per jemaah dibanding sebelumnya Rp 35,24 juta per jemaah. Sementara untuk subsidi menjadi Rp 43,11 juta per jemaah dibanding sebelumnya Rp 33,94 juta per jemaah.

Namun, Anggito menegaskan angka ini masih dapat berubah tergantung kondisi ekonomi dan kebijakan pemerintah.

“Jadi ada kenaikan Rp 9,1 juta. Ini sudah dibahas di FGD. Nah dari komponen dari Rp 9,1 juta itu paling banyak di program kesehatan biaya Rp 6,6 juta sendiri,” katanya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP), Selasa (6/4).

Beberapa hal yang membuat adanya kenaikan biaya ibadah haji seperti pelemahan kurs rupiah, lalu biaya penerbangan yang naik hingga akomodasi. Saat ini kurs rupiah sekitar Rp 14.500 per dolar AS, tapi asumsi Kementerian Agama masih dalam batas Rp 14.200 per dolar AS.

“Kemudian ada kurs Rp 1,4 juta per orang, kemudian biaya, hotel catering dan akomodasi kenaikan 1 juta per orang,” ungkapnya.

Sementara itu, Anggota Badan Pelaksana Bidang Keuangan dan Manajemen Risiko BPKH, Acep Riana Jayaprawira mengungkapkan, kenaikan biaya ini sesuai dengan diskusi bersama Kemenag pada 26 Maret lalu, dengan asumsi kuota haji tahun ini hanya 25 persen.

Ia juga bilang dalam prosesnya kenaikan biaya haji ini tidak dibebankan kepada jemaah, melainkan tercover dengan nilai manfaat valuta asing tahun 2020 sekitar Rp 1,7 juta per jemaah, dan nilai manfaat tahun berjalan sekitar Rp 7,46 juta per jemaah.

“Sekali lagi kenaikan BPIH ini tidak dibebankan kepada jemaah,” katanya.****ts