Masih dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional tahun 2021, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) kembali mengadakan siniar #PojokDikbud dengan tajuk “Pendidikan yang Memerdekakan, Memanusiakan, dan Berpihak pada Murid”. Menghadirkan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK), Iwan Syahril sebagai pembicara

Dirjen GTK Iwan Syahril  menjelaskan, konsep program Guru Penggerak. Menurutnya, kunci utama program ini adalah guru yang sejatinya harus menjadi pemimpin dalam proses pembelajaran. Guru menurutnya harus mampu mengimplementasikan pembelajaran yang memerdekakan dengan memihak kepada murid, serta mampu menjadi teladan bagi guru-guru lainnya.

“Guru Penggerak itu, adalah program kepemimpinan, calon-calon pemimpin kita. Kita ingin dari lulusan program ini nanti akan menjadi kepala sekolah, pengawas sekolah, instruktur pelatihan guru kita,” tutur Iwan, seperti dikutip dalam rilis Kemendikbudristek di Jakarta, Sabtu (29/5/2021).

Filosofi “coach” juga merupakan salah satu filosofi yang nantinya akan digunakan dalam pembelajaran sesama guru di program Guru Penggerak. Dengan filosofi ini, lanjut Iwan, guru akan mampu berbagai ilmu tanpa harus malu. Dengan filosofi ini pula, guru diharapkan dapat saling memotivasi satu sama lain.

Dirjen GTK kembali mengingatkan, bahwa orientasi utama setiap pendidik dan semua pemangku kebijakan di dunia pendidikan adalah murid. “Menurut Ki Hajar Dewantara, setiap pendidik itu harus bebas dari segala ikatan, dengan kesucian hati mendekati sang anak, tidak untuk meminta suatu hak, namun untuk berhamba pada sang anak. Maksud dari (pernyataan) ini adalah semua orientasinya adalah kepada sang anak,” jelas Iwan.

Menjawab pertanyaan tentang bagaimana cara bergabung dalam program Guru Penggerak, ia menjelaskan  bahwa seleksi Guru Penggerak dapat dilihat pada laman https://sekolah.penggerak.kemdikbud.go.id/gurupenggerak. Untuk tahap seleksi Guru Penggerak, terdapat dua tahapan seleksi yang harus dilalui. Tahap pertama terdiri dari pengisian CV, mengerjakan esai, dan tes potensi skolastik (TPS). Tahap kedua terdiri dari simulasi mengajar dan wawancara.

Dirjen Iwan mengatakan, bahwa setelah lulus tahapan tersebut, calon Guru Penggerak akan mengikuti sembilan bulan pendidikan di program Guru Penggerak. “Ini bukanlah masalah guru yang pintar, bisa menguasai teknik hebat, tetapi yang lebih penting adalah dia punya resiliensi atau tidak? Punya ketangguhan atau tidak? Punya orientasi visinya seperti apa? Itulah hal yang akan kita lihat di wawancara,” terangnya.

Kemudian, berbicara tentang pendidikan Guru Penggerak, para calon Guru Penggerak nantinya akan dibekali dengan tiga modul utama pada saat mengikuti pelatihan. Modul pertama berisi tentang paradigma dan visi. Modul kedua berisi praktek pembelajaran yang berpusat kepada murid.

Modul ketiga berisi informasi tentang bagaimana menjadi pemimpin pembelajaran yang bisa menggerakan sumber daya sekolah, serta dapat mengambil keputusan untuk mendukung pembelajaran yang berpihak kepada murid.

“Setiap modul itu, nanti juga ada modul kecil lagi tentang aksi nyata, jadi isi modul ini nantinya penuh dengan refleksi. Dalam aksi nyata ini mereka akan mengerjakan yang sesuai dengan konteks di mana mereka bekerja saat ini,” ungkap Iwan.

Manfaat yang paling berharga untuk diambil para peserta dengan mengikuti program Guru Penggerak yaitu mendapat kesempatan untuk menjadi agen perbuahan. “Hal yang menjadi reward paling berharga adalah saat melihat anak murid kita bisa berubah, ini uang pun tidak akan bisa beli, inilah yang diharapkan dari Guru Penggerak,” lanjutnya.

Acara yang dipandu oleh Dea Rizkita, dan disiarkan melalui kanal Youtube Kemendikbud RI, Kamis (27/5/2021) tersebut, Iwan juga menjelaskan tentang perbedaan dari Guru Berprestasi dengan Guru Penggerak. Guru Berprestasi adalah guru yang melakukan hal-hal inovatif, tetapi dalam konteks ini tidak ada struktur yang terencana secara berkepanjangan.

Sedangkan Guru Penggerak adalah calon agen perubahan yang sejak awal sudah diberdayakan dan diorientasikan agar mereka nantinya dapat melakukan perubahan pada ekosistem di satuan pendidikannya.

“Indonesia kaya akan orang-orang yang ingin sekali berbagi, saling menguatkan, energi positinya sangat banyak. Saya melihat program Guru Penggerak merupakan sebuah bukti bahwa kita bisa membuat sesuatu bersama-sama secara bergotong royong,” ucap Iwan optimistis.

Di akhir perbincangan, Dirjen Iwan menekankan pentingnya asas gotong royong yang harus dimiliki seluruh rakyat Indonesia. Gotong royong adalah budaya Indonesia yang tidak dimiliki oleh bangsa lainnya. Di dalamnya  terkandung dua nilai luhur, yaitu empati dan tanggung jawab sosial.

Selain itu, Iwan Syahril juga menyinggung filosofi Ki Hajar Dewantara, yakni Merdeka Belajar. Merujuk filosofi tersebut, ia mengajak seluruh pendidik dan tenaga kependidikan berlomba-lomba untuk menjadi teladan, memberikan motivasi, serta membangun inisiasi positif dalam pembelajaran.

Tujuan Merdeka Belajar adalah Tut Wuri Handayani di mana peserta didik diberikan sebuah ekosistem belajar yang lebih memerdekakan mereka dalam mengembangkan potensinya untuk berkontribusi bagi bangsa dan negara. Tentunya, dengan menjiwai karakter yang tertuang dalam profil Pelajar Pancasila.

“Tujuan Guru Penggerak atau program kita yang lainnya adalah bagaimana menciptakan sumber daya manusia unggul dan profil Pelajar Pancasila ini bisa kita ciptakan. Beriman, bertakwa kepada tuhan YME, berakhlak mulia, mandiri, kreatif, gotong royong, berkebinekaan global, dan berpikir kritis,” pungkas Iwan *Rls