Menjelang tahun ajaran baru 2021/2022 mayoritas sekolah dasar menyatakan sudah siap melakukan pembelajaran tatap muka (PTM). Kesiapan itu diketahui dari hasil survei yang dilakukan Direktorat Sekolah Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) beberapa waktu lalu.(20/6/2021).

Pelajar Saat Belajar Dalam Kelas

Sigi itu setelah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menteri Kesehatan (Menkes), dan Menteri Agama (Menag) mengumumkan tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi COVID-19.

Survei dilakukan terhadap 591 responden di 46 kabupaten/kota dengan objek sasaran kepala sekolah, guru, wali murid, peserta didik dan dinas pendidikan. Responden itu terdiri dari 128 Guru, 138 siswa, 139 wali murid, 140 kepala sekolah dan 46 dinas pendidikan kabupaten/kota.

Hasil? Mereka mendapati sebanyak 78,3 persen Sekolah Dasar (SD) sudah melaksanakan PTM. Dari jumlah itu sebanyak 57,8 persen sekolah melaksanakan PTM di luar sekolah. Sementara sekolah yang tidak melaksanakan PTM di luar sekolah mencapai angka 42,2 persen.

Survei itu mengungkap sebanyak 80,4 persen kepala sekolah dan komite sudah melakukan kesepakatan untuk melakukan PTM. Sedangkan 17,4 persen belum melakukannya, dan 2,20 persen tidak mengetahui adanya PTM.

Hasil lainnya mengungkap sebesar 99 persen sekolah mengaku sudah menyiapkan ruang yang layak dan bersih. Sebanyak 96 persen responden sekolah juga mengaku sudah melakukan pembersihan ruangan dengan desinfektan, 98 persen sekolah sudah melakukan pembersihan toilet secara berkala. Sementara 4 persen lainnya tidak melakukan. Sedangkan 97 persen sekolah mengaku memiliki ventilasi ruangan yang baik, sementara 3 persen sekolah tidak memilikinya.

Untuk fasilitas cuci tangan, sebanyak 99 persen sekolah mengaku memiliki sanitasi yang dialiri air bersih dengan baik, 1 persennya tidak memiliki aliran air bersih yang baik. Kemudian 98 persen sekolah sudah memiliki thermogun dan 77 persen sekolah sudah menyiapkan petunjuk jarak aman pada tempat tertentu.

Hasil survei menunjukkan, sebanyak 70 persen sekolah mengaku sudah menyiapkan ruang UKS dengan alat pelindung diri (APD). Sebanyak 73 persen sekolah sudah memiliki data siswa komorbid dan 27 persen tidak memiliki data tersebut.

Dari survei ini diketahui bahwa sekolah telah berupaya menyiapkan kegiatan PTM dengan melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait, membentuk satuan tugas COVID-19, menguatkan pelaksanaan protokol kesehatan, dan melakukan sosialisasi kebiasaan baru.

Sayangnya, dari survei itu terungkap baru 42 persen sekolah yang sudah menyiapkan transportasi khusus ke pusat pelayanan kesehatan. Sedikitnya transportasi khusus ini memang berkait dengan pendanaan sekolah. Karena tidak punya pendanaan khusus, sekolah yang tak ada transportasi khusus harus bekerja sama dengan Puskesmas atau Satgas COVID-19.

Rencana pelakasanaan PTM terbatas itu diumumkan pemerintah akhir Maret lalu. Dalam Surat Keputusan Bersama yang diteken Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Ristek; Menteri Kesehatan; Menteri Dalam Negeri; dan Menteri Agama disebutkan, pelaksanaan PTM bakal dimulai pada Juli atau tahun ajaran baru 2021/2022.

Namun meski rencana dilakukan Juli, pemerintah mempersilakan sekolah yang sudah siap dan sudah melangsungkan PTM tetap melanjutkan.

"Jadi bukan di Juli mulai dibuka, tapi mulai sekarang ini. Setelah SKB 4 Menteri kita luncurkan sudah bisa belajar tatap muka," kata Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Ristek Nadiem Makarim, Rabu (31/3/2021).

Pada tahun ajaran baru, kata Nadiem, harapannya semua sekolah sudah belajar tatap muka.

Pemberlakukan PTM pada Juli itu mengacu pada vaksinasi yang dilakukan terhadap tenaga pendidik. Dari sekitar 5,6 juta pendidik, hingga 31 Mei 2021 lalu, sudah tercapai 1,54 tenaga kependidikan yang telah menerima vaksinasi COVID-19. Sisanya, akan dikebut pada Juni ini.

Menurut Nadiem, nantinya kapasitas belajar tatap muka di sekolah hanya sebesar 50 persen. Dengan berpatokan pada angka itu, sekolah juga harus membuka pembelajaran jarak jauh (PJJ) bagi siswa.

Namun ketentuan belajar tatap muka di sekolah ada ditangan orangtua. "Kembali lagi ke orangtua yang bisa memberikan izin atau tidak siswa belajar tatap muka atau tetap jalankan PJJ dari rumah," kata dia.

PJJ memang sudah lebih dari setahun. PJJ yang terlalu lama memiliki risiko yang sangat besar kepada siswa. Menurut Dirjen Iwan seperti dikutip dari laman Ruang Guru PAUD Kemendikbud Ristek, ada lima dampak jika PJJ dilaksanakan terlalu lama.

1. Gangguan terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak baik motorik halus dan kasar.
2. Intelektual dan emosional anak akan mengalami gangguan.
3. Anak juga akan mengalami tekanan psikososial.
4. Kekerasan terhadap anak yang tidak terdeteksi.
5. Jumlah anak putus sekolah.**rl