Yan Permenas Mandenas merespon beredarnya video yang menampilkan proses pengamanan pemuda Papua oleh dua orang personel Polisi Militer Angkatan Udara (POM AU) yang memperlihatkan tindakan kekerasan dan perlakuan tidak pantas. 

Yan Permenas Mandenas

Yan menilai, berulangnya kejadian diskriminasi yang melibatkan aparat mengindikasikan adanya pelanggengan rasisme dari sisi struktural dan budaya oleh oknum dalam institusi negara. 

“Masalahnya adalah kejadian ini bukan yang pertama kali, dan selalu berulang di kemudian hari. Masih dalam ingatan, kasus rasisme di Malang dan Surabaya yang berujung pada kriminalisasi mahasiswa Papua, demo serentak di Papua, hingga pemutusan sinyal internet oleh negara. Kini, ingatan atas itu muncul jelas kembali," ungkap Yan.

 

Yan juga melihat insiden tersebut tak semata tindak kekerasan, tapi juga simbol perendahan martabat, rasisme, dan diskriminasi. Ia mengatakan, tindakan tersebut mencoreng nama baik institusi TNI dan wajah negara di hadapan orang Papua. Menurutnya, berulangnya kejadian serupa terlebih melibatkan aparat mengindikasikan bahwa adanya pelanggengan rasisme dari sisi struktural dan budaya oleh oknum dalam institusi negara. 

 

“Atas dasar apa mereka berhak melakukan itu. Tentu, itu karena mereka merasa berhak melakukannya. Pertanyaan selanjutnya, mengapa mereka berpikir bahwa mereka berhak melakukan itu?" ungkap Yan.

 

Anggota DPR RI dapil Papua ini menilai tindakan tersebut adalah bentuk pikiran rasis, yang mana merasa diri superior sehingga berhak "menindas" orang karena orang lain penyandang identitas tertentu yang dianggap lebih inferior sehingga dianggap pantas "ditindas". "Padahal, jelas secara prinsip moral dan konstitusi, tidak boleh ada seorang pun yang boleh diperlakukan secara tidak adil, direndahkan martabatnya, apalagi disiksa dan diperlakukan secara keji seperti itu, tanpa proses hukum," terangnya.

 

Sisi lain, aparat sudah memiliki SOP bagaimana harus bersikap dan bertindak ketika menghadapi tindakan pelanggaran oleh masyarakat. Bukan dengan tindakan brutal seperti dua personil POM AU tersebut lakukan. Menurutnya, bentuk kebrutalan aparat di lapangan yang harus segera dihentikan dan tidak boleh terulang.

 

Kendati demikian, politisi dari F-Gerindra ini juga mengapresiasi pihak TNI AU yang segera merespons dengan penyesalan dan permintaan maaf atas insiden ini. Hingga pencopotan Komandan Pangkalan Udara (Danlanud) Johanes Abraham Dimara di Merauke, Kolonel Pnb Herdy Arief Budiyanto dan Komandan Satuan Polisi Militer (Dansatpom) Lanud setempat.

 

Namun, pencopotan saja dinilai belum cukup, belum menyelesaikan permasalahan secara signifikan. Perlu ada pembenahan secara internal dan menyeluruh. Dia mendorong adanya pembenahan dari internal TNI mengenai cara pandang terhadap tindakan rasisme. Juga mengembangkan pola pikir terbuka atas setiap individu. 

 

"Selanjutnya, proses hukum harus tetap berjalan. Keadilan perlu ditegakkan dengan menindak tegas para pelaku. Ini untuk keadilan kemanusiaan dan sebagai upaya mencegah hal serupa terjadi," ungkap Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ini. Tak lupa, Yan mendorong untuk difasilitasinya perlindungan dan pemulihan korban atas dampak insiden tersebut, termasuk dampak psikologis. (ann/sf)