Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyarankan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim agar menunda pelaksanaan Asesmen Nasional (AN) yang dijadwalkan pada September 2021.

Anggota Dewan Pakar P2G, Suparno Sastro mengatakan supaya saat ini Nadiem mengerahkan tenaga untuk mengatasi permasalahan dalam dunia pendidikan selama pandemi Covid-19. Ia menilai kondisi pandemi Covid-19 belum bisa dipastikan kapan akan berakhir.

Dampak signifikan pandemi terhadap dunia pendidikan adalah ancaman "learning loss", meningkatkan angka putus sekolah jenjang SD seperti di Aceh, Jawa Timur, Maluku Utara, NTB, NTT, dan Papua Barat.

"Pembelajaran Jarak Jauh atau PJJ yang sudah 1,5 tahun dilaksanakan masih belum efektif. PJJ melahirkan problematika makin besarnya fakta ketimpangan digital. Sehingga ada siswa dan guru yang sanggup melaksanakan proses pembelajaran, sementara itu banyak siswa dan guru yang tak dapat melakukan PJJ," ujar dia dalam keterangan tulis, Kamis (29/7/2021).

Suparno menerangkan, keterhambatan PJJ salah satunya lantaran kurangnya sarana dan prasarana. Ia menerangkan sebanyak 20,1 persen siswa dan 22,8 persen guru tak memiliki perangkat TIK seperti gawai, komputer dan laptop saat PJJ.

Suparno melanjutkan, Permendikbud No.17 tahun 2021 tentang Asesmen Nasional Pasal 5 ayat 4, justru menambah ketimpangan menjadi diskriminasi baru bagi siswa. Yakni prasyarat AN harus dilaksanakan di tempat yang memiliki akses internet.

"Realitanya ada sekitar 120 ribu SD yang belum memiliki TIK (komputer) minimal 15 paket. Termasuk 46 ribu sekolah yang sama sekali tidak punya akses internet bahkan aliran listrik. Belum ditambah kualitas sinyal internet yang buruk di beberapa wilayah," paparnya.

Potret PJJ yang tak efektif, ketimpangan digital yang makin menganga, akses, dan kualitas jaringan internet pendukung PJJ yang belum berubah signifikan, berakibat angka putus sekolah meningkat selama PJJ. Ditambah, Suparno melanjutkan kompetensi guru dalam melaksanakan pedagogi digital yang masih rendah.

"Semestinya menjadi fokus pembenahan oleh Kemendikbudristek bersama lintas kementerian lain serta pemerintah daerah (Pemda)," harapnya.

"Oleh karenanya, pelaksanaan AN belum dibutuhkan saat ini, ada prioritas lain yang lebih besar yang penting dan mendesak dibenahi," sambungnya.

P2G, kata Suparno mengharapkan supaya Nadiem menyiapkan "grand strategy" untuk mengantisipasi dan menanggulangi semua masalah tersebut. Daripada sibuk mempersiapkan AN pada September nanti.

AN Dilaksanakan September 2021

Nadiem Makarim telah memutuskan untuk menunda pelaksanaan Asesmen Nasional (AN) 2021 yang sedianya dihelat pada pertengahan tahun ini.

Mantan Bos Gojek Indonesia itu mengungkap, alasan penundaan tersebut lantaran tren jumlah kasus positif Covid-19 tak menunjukkan penurunan. Kendati ditunda, bukan berarti pelaksanaan AN tak dilaksanakan pada tahun ini. Nadiem menyebut pihaknya menggeser pelaksanaan AN ke bulan September-Oktober 2021.

Terdapat pertimbangan tersendiri bagi Mantan Bos Gojek Indonesia itu untuk memilih menunda pelaksanaan AN ketimbang meniadakannya di tahun 2021 ini. Nadiem berujar jika 2021 AN ditiadakan layaknya Ujian Nasional (UN) pada 2020, maka pihaknya akan kesulitan untuk mengevaluasi kondisi sekolah-sekolah di Tanah Air.

"Kalau 2021 pun kalau misalnya tidak dilaksanakan, kita tidak akan punya daya point base lain. Artinya kita tidak akan bisa mengetahui mana sekolah-sekolah atau daerah-daerah yang paling tertinggal," ujar Nadiem Makarim dalam rapat bersama Komisi X DPR RI, Jakarta, Rabu (20/1/2021).

Jika seperti ini, menurut Nadiem pihaknya bakal kelimpungan untuk membuat rencana penganggaran untuk bantuan bagi sekolah yang membutuhkan.

"Kalau kita tidak bisa mengetahui mana sekolah-sekolah yang paling tertinggal, kita tidak bisa membuat strategi penganggaran, strategi bantuan untuk sekolah-sekolah yang paling membutuhkan bantuan kita," katanya.

"Inilah alasan terpenting harus ada baseline terhadap Asesmen Nasional di tahun 2021," imbuhnya.

Menurut Nadiem, hasil AN 2021 bakal digunakan sebagai patron untuk melihat kualitas pendidikan di Indonesia pada tahun selanjutnya.

"Dan kita bisa melihat perbandingannya dengan nanti 2022, apakah ada peningkatan, apakah stagnan," ucap dia.(****).