Jagat Twitter diramaikan oleh komentar warganet soal pengadaan laptop dengan memori 32 GB dan RAM 4 GB seharga Rp 10 juta oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemendikbudristek).

Foto ilustrasi Leptop

Laptop tersebut ditujukan untuk merealisasikan Program Digitalisasi Sekolah gagasan Mendikbudristek, Nadiem Makarim.

Seperti dikutip dari Lampiran X Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2021 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus Fisik Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2021, menerangkan bahwa pengadaan itu untuk SD, SMP, SMA, SMK, SKB dan PKBM.

Masih menurut aturan yang sama, spesifikasi laptop dalam pengadaan tersebut adalah sebagai berikut:

  • tipe prosesor core: 2, frekuensi: > 1,1 GHz, Cache 1 M;
  • memori standar terpasang: 4 GB DDR4;
  • hard drive: 32 GB;
  • USB port: dilengkapi dengan USB 3.0;
  • networking: WLAN adapter (IEEE 802.11ac/b/g/n);
  • tipe grafis: High Definition (HD) integrated;
  • audio: integrated;
  • monitor: 11 inch LED;
  • daya/power: maksimum 50 watt;
  • operating system chrome OS;
  • device management: ready to activated chrome education upgrade (harus diaktivasi setelah penyedia ditetapkan menjadi pemenang);
  • masa garansi: 1 tahun.

Mengacu pada aturan itu, barang yang diadakan bukan hanya laptop, melainkan peralatan TIK, seperti perangkat wireless router, perangkat proyektor, perangkat konektor type C ke HDMI dan VGA, printer, serta scanner, dan layar untuk proyektor.

Pengadaan itu disebut menelan anggaran mencapai Rp 17,42 triliun sampai 2024.

PKS Tolak Pengadaan Laptop Kemendikbudristek

Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Fahmy Alaydroes menolak rencana Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim yang akan menyiapkan pengadaan laptop dan alat-alat TIK lainnya hingga 2024 dengan anggaran Rp 17,42 triliun. Itu merupakan realisasi program Digitalisasi Sekolah.

“Maksud dan tujuannya baik, hanya saja sejauh mana realisasi program ini efektif dan dapat meningkatkan peningkatan dan pemerataan mutu sekolah-sekolah kita,” tegas Anggota Komisi X DPR RI itu dalam keterangan tulis, Jumat (30/7/2021).

Fahmy menguraikan, kebijakan pengadaan laptop dan alat TIK lainnya kepada guru dan sekolah dengan anggaran yang lumayan besar, mesti dikawal dengan saksama. Serta diiringi dengan program-program pendamping yang mendukungnya.

“Jangan sampai pengadaan perlengkapan penunjang pembelajaran berbasis teknologi digital itu menjadi kurang efektif, bahkan sia-sia. Anggaran negara yang sangat besar harus dipastikan memberi manfaat yang optimal bagi kepentingan rakyat,” tegas Fahmy.

Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan, ia menilai pengaplikasian teknologi digital berbasis internet masih banyak kendala. Pertama, infrastruktur jaringan internet masih belum merata, banyak daerah yang belum terjangkau jaringan internet (blank spot) ataupun tidak stabil (lemot).

Kondisi geografis Indonesia yang sangat luas dan terdiri dari kepulauan, ia meneruskan menjadi tantangan karena kesulitan membangun fasilitas jaringan di daerah-daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).

Sebagai catatan, Kemkominfo melaporkan ada sekitar 9.113 daerah yang tidak tercakup jaringan 4G, dan 3.435 daerah non 3T yang juga tidak ter-cover jaringan ini.

"Jika ditotal, ada sekitar 12.548 daerah blankspot di Indonesia. Tentu saja akibatnya pembelajaran daring tidak dapat berjalan efektif, dan sering terhambat,” terangnya.

Kemampuan guru dan sekolah dalam menggunakan dan mengembangkan sumber daya dan tata kelola teknologi digital juga masih belum merata. Fahmy melihat masih banyak guru-guru yang memerlukan pelatihan peningkatan kemampuan mendayagunakan perangkat TIK untuk pembelajaran.

“Bila merujuk kepada kerangka kerja UNESCO, ada enam dimensi kompetensi TIK guru yang mesti dikuasai yaitu: – Pemahaman tentang kebijakan pemerintah terkait aturan penggunaan TIK dalam pendidikan, Pemanfaatan TIK dalam penelaahan kurikulum dan penilaian, Penggunaan TIK pada aspek Pedagogik, Penguasaan terhadap peralatan dan bahan-bahan TIK, Pemahaman tentang etika penggunaan TIK dalam manajemen organisasi dan administrasi, dan Penggunaan TIK dalam meningkatkan profesionalisme guru,” ujar Anggota DPR asal Dapil Jabar V ini.

Akibatnya, kata Fahmy, pembelajaran daring menjadi kurang berkembang, membosankan dan meningkatkan beban. Ketiga, pembiayaan pembelajaran daring bagi sebagian besar orang tua siswa sangat membebani.

"Mesti ada tambahan biaya pulsa agar putera atau puteri mereka dapat mengikuti pembelajaran daring yang diselenggarakan oleh sekolah. Dengan kondisi ekonomi yang semakin menekan, tentu saja mengeluarkan biaya untuk membeli pulsa menjadi beban tersendiri. Akibatnya, banyak siswa yang akhirnya tidak dapat mengikuti pembelajaran daring secara konsisten, bahkan memaksa sebagian siswa putus sekolah,” ungkap Fahmy.

Selain memberikan pelatihan TIK kepada para guru, Fahmy menyarankan Nadiem supaya bekerja sama dengan dinas-dinas Pendidikan di provinsi atau kota/kabupaten untuk memastikan penyalurannya sesuai dengan aturan, dan kemudian dapat digunakan sebaik-baiknya untuk memajukan mutu pembelajaran.

“Dan, yang juga mesti diawasi bersama oleh kita adalah, jangan sampai proses pengadaan Laptop dan Alat TIK lainnya ini, dengan anggaran biaya yang super jumbo ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang hendak memburu dana APBN untuk kepentingan dan keuntungan pribadi, waspadalah,” ujar Fahmy.(line).