Tradisi tahunan itu kembali dilakukan Presiden Joko Widodo. Yakni, mengenakan busana daerah saat Sidang MPR. Saat, Sidang Tahunan MPR, Senin (16/8/2021) pemandangan unik itu tersaji. Dalam acara kenegaraan itu, Presiden Joko Widodo memberi kejutan dengan mengenakan baju adat suku Baduy.

Tentu hari itu menjadi hari yang teramat istimewa bagi masyarakat adat Baduy, Banten. Mereka boleh bangga, karena busana sehari-harinya digunakan orang nomor satu negeri ini dalam sebuah acara kenegaraan.

"Busana yang saya pakai ini adalah pakaian adat suku Baduy. Saya bersyukur karena sederhana, simpel, dan nyaman dipakai," kata Jokowi dalam pidatonya.

Masyarakat adat Baduy menyebut pakaian yang digunakan Jokowi ini jamang hideung kancing batok. Ini adalah baju resmi adat Baduy Luar.

Sedangkan warga Baduy Dalam menyebut pakaian resmi mereka sebagai jamang kurung. Sedangkan bawahan menggunakan samping aros.

Bedanya, Baduy Luar pakaiannya hitam. Sedangkan Baduy Dalam berwarna putih.

Pakaian adat Suku Baduy terdiri atas telekung, kutung, beubeur, dan samping aros.

Telekung merupakan ikat kepala, kadang disebut koncer atau roma hasil tenun masyarakat Baduy. Kemudian kutung adalah baju berlengan panjang tanpa kerah atau yang juga disebut jamang sangsang.

Sedangkan beubeur merupakan ikat pinggang berupa selendang kecil. Samping aros merupakan sarung warna nila bergaris putih yang dipakai sebatas dengkul.

Pakaian ini setiap hari dipakai Suku Petapa. Pakaian tersebut, menurut Jaro (tetua adat) Saija, memiliki makna persatuan melalui lomar atau ikat kepala yang dipakai.

Aksesoris lainnya yang menandai suku Baduy adalah tas yang terbuat dari kulit kayu pohon terep. Tas yang disebut koja atau jarog ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Suku Baduy. Karena tas ini berfungsi sebagai tempat menyimpan perlengkapan yang dibutuhkan suku yang mendiami wilayah Banten ini.

Foto ilustrasi : Suku Baduy saat berkumpul

Saija bercerita, Jokowi memesan baju tersebut dari beberapa waktu yang lalu. Mendapat pesanan dari RI-1, Saija kemudian meminta perajin yang merupakan warga asli Baduy, untuk membuat khusus untuk Presiden Jokowi. "Baju itu harganya Rp 200 ribu," kata Saija yang juga Kepala Desa Kanekes, Banten, Senin (16/8/2021). Sedangkan lomar atau ikat kepala dan tas koja diperkirakan sekitar Rp 100 ribu.

Pesanan itu diambil ajudan Jokowi Kamis pekan lalu.

Menurut Saija, pakaian tersebut memiliki makna persatuan dan kesatuan, melalui lomar atau ikat kepala yang digunakan Presiden Jokowi.

"Harapan kami, mudah-mudahan semuanya terikat, tenteram, sejahtera, subur makmur, gemah ripah loh jinawi. Ikat itu lambang supaya terikat seluruh bangsa dan negara dalam aturan undang-undang," kata Saija.

Mulyono, warga Baduy, menyebut warna-warna itu menunjukkan sikap dalam memahami kehidupan dan alam. Warna hitam melambangkan gelap malam hari sedangkan putih terang siang hari.

Masyarakat Baduy diwajibkan untuk mengenakan pakaian adat setiap hari. Mereka tak pernah membedakan busana harian dan untuk acara tertentu.

Pakaian adat ini sudah dikenalkan orang tua kepada anaknya sejak dini. Harapannya, ketika dewasa sudah terbiasa menggunakan pakaian adat. Selain mengenakan busana khas itu, orang tua suku Baduy juga mengenalkan golok kepada anak-anaknya.

"Golok adalah alat pelengkap keseharian warga Baduy. Golok digunakan untuk berbagai keperluan seperti mengambil kayu bakar atau sekadar untuk mengambil daun pisang sebagai payung saat kehujanan di tengah jalan," kata Mulyono. (yt)