Pemerintah, melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dipastikan berkomitmen untuk  melindungi Masyarakat Hukum Adat (MHA) dan kearifan lokalnya dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor P. 9 tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Menteri LHK), Siti Nurbaya, menjelaskan komitmen pemerintah diperjelas, salah satunya dengan menetapkan Peta Hutan Adat dan Wilayah Indikatif Hutan Adat seluas lebih kurang 1.090.755 hektare (Ha).

“Khusus untuk Hutan Adat yang merupakan bagian dari Perhutanan Sosial, sampai dengan Bulan Juli 2021 telah ditetapkan sebanyak 59.442 Ha dengan jumlah Surat keputusan (SK) sebanyak 80 unit yang mencakup 42.038 Kepala Keluarga,” ujar Menteri LHK.

Lebih lanjut Menteri LHK menjelaskan, data dan potensi hutan adat yang masuk dalam Peta hutan Adat dan Wilayah Indikatif Hutan Adat tersebut sebagiannya menunggu pengesahan keputusan tentang perlindungan dan pengakuan masyarakat adat yang berhak atas kawasan adat dimaksud dari pemerintah daerah.

Pengakuan dari pemerintah daerah, kata dia, merupakan syarat kukuhnya keberadaan MHA dan wilayahnya di suatu provinsi, kabupaten atau kota sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan dan UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

“KLHK sedang terus upayakan fasilitasi bagi masyarakat adat dalam urusan hal-hal tersebut di Pemerintah Daerah sesuai Undang-undang CIpta Kerja (UUCK). KLHK juga meminta bantuan aktivis adat untuk bersama menyelesaikan permasalahan tersebut, kami sedang kerja keras, termasuk masyarakat adat Danau Toba,” jelas Menteri LHK.

Oleh karenanya, lanjut dia, perlu adanya sinergisitas antar Kementerian dan Lembaga untuk mengatasi persoalan MHA karena ada subyek (manusia), budaya maupun kawasan bukan hutan yang berada di kewenangan instansi yang berbeda.

Selain itu Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dinilai perlu memahami peroslan yang ada, sebagai garda terdepan dalam upaya perlindungan MHA dan kearifan lokalnya melalui upaya-upaya identifikasi dan verifikasi MHA yang ada di wilayahnya.

“Akses kelola hutan adat ini akan memberikan beberapa manfaat kepada masyarakat adat, yaitu penguatan pengelolaan hutan adat berdasarkan kearifan lokal yang telah teruji selama puluhan tahun,” tutur dia.

Menteri LHK juga menegaskan penetapan hutan adat tidak mengubah fungsi hutan, sebagaimana tercantum dalam UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.

Penetapan hutan adat, kata dia, merupakan penetapan status hutan yang harus mengarah ke pengelolaan berkearifan lokal untuk mendukung pembangunan hutan yang berkelanjutan.

“Praktik-praktik hutan adat yang menjaga alam ikut mengatasi emisi gas rumah kaca, emisi global, dan mata air, serta aktualisasi partikularistik wilayah dan masyarakat adat sebagai wujud kemajemukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” tutur dia.(ts)