Pemerintah berkeinginan bisa menurunkan prevalensi perokok di Indonesia. Terutama untuk kalangan anak-anak usia 10-18 tahun dari 9,1% menjadi 8,7% di 2024. Presiden Jokowi pun mendukung penuh dan memberikan arahan untuk mensukseskan rencana ini.(13/8/2021).

Hal ini dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Dalam RPJMN ini juga disusun kebijakan penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau atau simplifikasi cukai.

Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas Pungkas Bajuri mengatakan, untuk menurunkan prevalensi merokok ini pihaknya telah melakukan berbagai kajian, salah satunya harus menaikkan tarif cukai.

Kenaikan tarif cukai ini dikatakan sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Arahan Presiden sudah sangat jelas, cukai (tembakau/rokok) harus naik, tapi arahnya harus disimplifikasi," ujarnya dalam webinar Menakar Kembali Pentingnya Cukai Rokok bagi Ekonomi-Kesehatan Indonesia, Kamis (12/8/2021).

Namun, yang saat ini perlu harus terus didiskusikan adalah mengenai berapa besaran tarif kenaikan yang perlu dilakukan setiap tahunnya. Sebab, tarif yang ditetapkan harus berdasarkan kesepakatan oleh banyak pihak.

"Tapi pertanyaannya sampai sejauh mana disimplifikasi dan sejauh mana itu akan dinaikkan harganya. Itu lah yang perlu kita sepakati," imbuhnya.

Ia menyebutkan, setiap akan mengambil kebijakan cukai tembakau, pemerintah akan melakukan dialog dan mempertimbangkan banyak aspek. Mulai dari aspek petani, industri hingga kesehatan.

Bappenas memandang bahwa untuk membuat kesepakatan yang mudah terkait cukai tembakau maka harus diubah pemanfaatan hasil dari cukai. Misalnya dengan memberikan bantuan kepada industri rokok hingga petani tembakau.

"Jadi kenaikan cukai, penyederhanaan tarif bisa milis dengan baik, milis yang dimaksud adalah cukai bertahap, tarif dihitung bertahap, dan simplifikasi dihitung baik. Dengan skenario itu sebenarnya kita bisa bantu petani, uang ketika cukai naik, revenue naik, uangnya sebagian untuk industri dan sebagian untuk petani. Jadi ini bagaimana membantu mereka, karena petani hanya ingin sejahtera," jelasnya.

Ia menjelaskan, pembahasan mengenai tarif cukai ada di Kementerian Keuangan yakni Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Ekonom Abdillah Ahsan sekaligus Direktur SDM Universitas Indonesia menyarankan agar pemerintah menaikkan tarif cukai di atas 20%. Kenaikan yang tinggi perlu dilakukan untuk mengurangi tingkat prevalensi perokok saat ini.

"Naikkan cukai rokok di atas 20% lalu memberlakukan simplifikasi sampai dua golongan, saya yakin Pemerintah Indonesia akan merasakan keuntungannya, baik dari sisi berkurangnya beban ekonomi kesehatan akibat konsumsi rokok, juga dari sisi solusi krisis ekonomi di masa pandemi saat ini," tegasnya.

Sebelumnya pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menetapkan kebijakan tarif cukai hasil tembakau tahun 2021. Tarif cukai rokok naik 12,5% mulai 1 Februari 2021.(ts).