Digitalisasi menjadi tren di dalam lingkup bisnis saat pandemi Covid-19. Dengan sistem digital, semua sistem dan manusia dapat terkoneksi dengan baik tanpa menghiraukan jarak dan waktu. Namun, penggunaan sistem dan teknologi digital juga bisa menghasilkan berbagai macam permasalahan baru, salah satunya penggunaan energi yang sangat boros.

Perwakilan dari Yamaguchi University Kazuhiro Fukuyo menuturkan, semua proses digital baik komputerisasi, komunikasi, dan koneksi membutuhkan energi yang mayoritas berasal dari sisa-sisa fosil.  Energi itu sangat terbatas, ditambah adanya banyak limbah akibat dari penggunaan teknologi digital, seperti pemanasan global, perubahan iklim, dan bencana alam lainnya.

"Oleh karena itu, digitalisasi adalah sebuah solusi untuk permasalahan yang terjadi akibat pandemi covid-19, tetapi bisa menjadi permasalahan yang lebih besar di masa depan," kata Fukuyo dalam "The 6th International Conference on Management in Emerging Markets (ICMEM) 2021" yang diselenggarakan Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung, Kamis (12/8/2021).

Untuk mencegah hal itu terjadi, terdapat tiga cara dalam penggunaan energi secara cerdas, seperti mengurangi penggunaan energi, menggunakan energi terbarukan dengan memanfaatkan angin dan solar serta menyimpan energi, contohnya penggunaan Lithium Ion Batteries (LiB).

Saat pandemi Covid-19, gaya hidup masyarakat berubah. Oleh karena itu, Fukuyo mendorong menyesuaikan cara bisnisnya dengan perubahan gaya hidup masyarakat, khususnya pada aspek marketing. 

"Bila pasar mengubah gaya hidupnya menjadi serba online, para pelaku bisnis harus bisa menganalisis dan memberikan apa yang pasar inginkan," kata Fukuyo.

Perusahaan-perusahaan teknologi skala besar seperti GAFAM (Google (Alphabet), Apple, Facebook, Amazon, and Microsoft) menjadikan perubahan gaya hidup masyarakat sebagai sebuah peluang untuk mendapatkan keuntungan yang tinggi di masa pandemi ini. (Ts)