Aktivis dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kompak Reformasi mengirimkan surat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) soal dugaan "penguasaan" lahan Puncak Sempur, Kecamatan Tegalwaru, oleh banyak pejabat Karawang.

Foto ilustrasi

Sekjend LSM Kompak Reformasi Pancajihadi AL Panji mengatakan, pihaknya sudah mengirimkan surat ke KPK Dengan nomor surat 145/LSRKR-LP/IX/21 tertanggal 7 September 2021.

"Pada intinya kami meminta untuk menyelidiki tentang kepemilikan tanah yang ada di Karawang selatan," ujar Panji, Rabu (8/9).

Menurut Panji, KPK diminta untuk menyelidiki pemilik lahan apakah tanah tersebut benar dimiliki oleh pejabat atau bukan.

"Seandainya betul merupakan atas nama pejabat tentunya sudah dilaporkan ke Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) atau belum, dan tentunya KPK dapat menyelidiki asal-usul atau sumber pendanaan untuk membeli tanah tersebut apakah dari hasil korupsi atau bukan atau dari hasil warisan misalnya," ujar Panji.

Begitupun, kata Panji, jika saja  tanah itu milik pejabat tapi diatasnamakan orang lain tentu ini harus digali motivasinya apakah ini merupakan penyamaran dari money laundry atau bukan.

"Biarlah KPK yang nantinya menyelidiki dan kami meminta hal tersebut. Dan kita tidak boleh menjudge terlebih dahulu apalagi judgmen-nya tanpa bukti yang cenderung fitnah," katanya.

Selain ke KPK, LSM Kompak Reformasi juga menyurati PPATK, dengan nomor surat 146/LSRKR-LP/IX/21 tertanggal 7 September 202.
"Yang pada intinya dan sesuai kewenangannya kami meminta segala bentuk transaksi pembelian tanah yang ada di Karawang selatan terutama tanah yang dicurigai agar diselidiki transaksinya apakah dana pembelian tanah tersebut diperoleh dari cara yang illegal atau tidak.
Jangan sampai timbul fitnah juga, orang dapat warisan atau usaha hasil keringatnya malah dituduh yang bukan-bukan," katanya.

Ketika ditanya adanya proyek APBD terutama jalan dan jembatan yang tidak mesti ada dan lebih menguntungkan pihak-pihak pemilik tanah tersebut padahal notabene belum dianggap perlu dan mengabaikan kepentingan jalan dan jembatan di tempat lain, ini yang menjadi pertimbangan dirinya juga dalam melaporkan ke KPK dan PPATK.

"Tentunya jalan dan jembatan dengan menggunakan APBD itu atau jembatan buntu atau pembangunan jalan yang seharusnya dibiayai oleh pihak pengembang tanah tersebut malah ini dibiayai oleh APBD," tandasnya.

"Tentunya ini ada campur tangan dan ada apa-apanya oleh mengambil keputusan di Kabupaten Karawang dan biarlah KPK dan PPATK yang akan mengungkap tabir semua ini." (Rd)