Eks anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Doni Koesoema menilai Asesmen Nasional (AN) bukan alternatif yang tepat untuk menggantikan Ujian Nasional (UN). Doni menyebut AN tak bisa menampilkan standar kompetensi lulusan sebagaimana UN.

"Mas Nadiem (Mendikbudristek) menghapus UN mengajukan AN, tapi UN itu tidak diberikan alternatifnya untuk menilai standar kompetensi lulusan anak-anak Indonesia seperti apa," ujar Doni dalam siaran youtube Vox Populi Institute Indonesia, dikutip Selasa, 21 September 2021.

Doni khawatir kualitas anak Indonesia tak bisa terukur apabila mesti bersaing dengan siswa negara lain. Sebab, tak ada alat ukur berupa ujian yang objektif per mata pelajaran.

"Anak-anak kita lulusan SMA itu Bagaimana kualitasnya kalau tidak ada semacam ujian objektif per mata pelajaran. Ini akan membahayakan karena kita tidak punya kriteria menentukan kualitas anak-anak kita," terang dia.

Menurut dia, situasi itu sudah pernah disampaikan kepada Kemendikbudristek saat wacana penghapusan UN mengemuka. Namun, kata dia, usulan tersebut tak diperhatikan, dan pemerintah memilih menghapus UN ketimbang memperbaikinya.

"Kami mendapat masukan, misal UN mendapat kritikan, lalu kemudian kita evaluasi jadi UNBK, dan hasilnya luar biasa. Jadi ketika sistemnya bagus dan hasil UN bisa dipertanggungjawabkan. Yang jadi masalah sifat dan tujuan dari UN yang keliru, karena dipakai dengan berbagai macam tujuan," jelasnya.

Menurut dia, kebijakan AN berpotensi mengacaukan pola pikir pelajar di kelas tingkat akhir. Pelajar di tingkat akhir tidak lagi dinilai kompetensinya sebagai lulusan, namun sudah harus bersiap masuk ke jenjang berikutnya, seperti menghadapi Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) dan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

"Jadi misal yang SMA ya pikirannya sudah UTBK, SNMPTN. Berarti kita membiarkan anak kelas 12 itu bimbel semua sudah untuk mempersiapkan diri ke perguruan tinggi," tuturnya.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menghapus UN dan menggantikannya dengan AN. Penghapusan itu dilakukan oleh Mendikbudristek Nadiem Makarim, pada awal 2020 silam.(medcom)