Sekretaris daerah (sekda) berpeluang menjadi penjabat (PJ) kepala daerah. Di mana sekda provinsi merupakan pejabat pimpinan tinggi madya yang bisa menjadi PJ gubernur. Sedangkan sekda kabupaten/kota merupakan pejabat pimpinan tinggi pratama yang bisa menjadi PJ bupati/walikota.

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Benni Irwan mengatakan sekda memang menjadi pertimbangan selama tidak ada indikasi konflik kepentingan.

“PJ gubernur ini adalah pejabat tinggi madya baik di pusat maupun di daerah. Kita tidak boleh lupa bahwa di daerah itu ada pejabat tinggi madya satu orang yakni sekda provinsi. Ini bisa menjadi pertimbangan. Jika ini menjadi pilihan sepanjang tidak ada konflik kepentingan dan lain-lain segala macam bukan tidak mungkin Pak Sekda bisa menjadi Penjabat Gubernur. Sepanjang netralitas itu,” katanya, Jumat (24/9/2021).

Seperti diketahui dengan ditiadakannya pilkada tahun 2022 dan 2023 maka ratusan kursi kepala daerah akan diisi oleh seorang PJ. Pada tahun 2022 setidaknya terdapat 101 daerah yang seharusnya pilkada, terdiri atas 7 provinsi, 18 kota, dan 76 kabupaten. Sementara di tahun 2021 seharusnya 171 daerah menggelar pilkada yang terdiri atas 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten.

Dia mengatakan bahwa PJ memiliki peran strategis di daerah nantinya. Sehingga Kemendagri pasti akan serius dalam menentukannya.

“Penjabat ini memainkan peranan strategis di daerah. Jadi kita tidak bisa main-main untuk menentukannya. Meskipun penjabat hanya setahun dan dapat diperpanjang pada tahun berikutnya. Misalnya sekda di kabupaten/kota itu bisa menjadi penjabat sepanjang bisa memastikan netralitas atau tidak konflik kepentingan,” ungkapnya.

Benni mengatakan bahwa usulan sekda untuk menjadi PJ pernah ada pada pilkada tahun 2020 lalu. Menurutnya Kemendagri akan melihat latar belakang calon PJ yang diusulkan .

“Ini pengalaman yang pernah dilakukan Pak Menteri. Jadi ada yang diusulkan tahun 2020 lalu. Saya lupa daerahnya. Tapi kami membaca itu (netralitas). Nah inilah perlunya konsultasi dan koordinasi pemerintah provinsi dan pusat sebelum menentukan ini,” jelasnya.

Dia pun memastikan jika sekda memiliki indikasi konflik kepentingan maka sudah pasti tidak akan ditunjuk.

“Itu sudah pasti tidak akan menunjuk yang bersangkutan kalau ada indikasi konflik kepentingan. Misalnya anda jadi bupati, saya jadi sekda. Tahu-tahu tahun 2024 anda mau maju lagi. Nah agak kecil kemungkinan saya ini ditunjuk jadi penjabat karena saya bekas bawahan anda. Orang pasti melihat pasti saya akan dukung anda, pasti akan mengarahkan PNS, dan saya akan dianggap konsolidasi lagi. Itu engga (akan dipilih),” pungkasnya(***)