Masyarakat dinilai perlu menyadari bahaya paparan merkuri terhadap kesehatan, yang banyak terdapat dalam benda-benda di sekitar mereka.

Foto ilustrasi

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Pengelolaan Bahan Beracun Berbahaya (Dirjen PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rosa Vivien Ratnawati menjelaskan, merkuri bisa menyebabkan gangguan pencernaan, pernafasan, kulit dan ginjal.

“Masyarakat bisa terpapar dengan cara menghirup udara yang terkontaminasi, mengkonsumsi pangan yang terkontaminasi serta penyerapan melalui kulit,” ujar Dirjen PSLB3 KLHK.

Lebih lanjut Dirjen PSLB3 menjelaskan, produk yang menggunakan merkuri antara lain adalah termometer air raksa, tensimeter, amalgam gigi, baterai, lampu bertekanan tinggi dan kosmetik ilegal.

Untuk itu, kata dia, KLHK terus melakukan edukasi terhadap bahaya merkuri supaya bisa menghindarinya, melalui diskusi yang berkolaborasi dengan United Nations Development Programme (UNDP).

“Selain itu juga sebagai bagian dari rangkaian sosialisasi The Fourth Meeting of the Conference of Parties (COP-4), Konvensi Minamata Mengenai Merkuri yang akan dilangsungkan di Bali, Indonesia,” tutur dia.

Dirjen PSLB3 menegaskan, pemerintah telah berkomitmen untuk mengurangi dan menghapus penggunaan merkuri juga ditunjukkan melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN-PPM).

“Sejalan dengan tema COP-4 Konvensi Minamata yaitu Let's Make Mercury History, biarkan merkuri jadi sejarah,” kata dia.

Dermatovenereologist Nenden Sobarna menambahkan, dampak dari terpapar merkuri pada kulit antara lain jerawat meradang, alergi wajah, iritasi kulit hingga kanker kulit.

Walaupun dalam kadar sedikit, efek merkuri terhadap tubuh dipastikan akan sangat berbahaya sehingga harus dihindari.

“Pada dosis tinggi, merkuri dapat menyebabkan kerusakanan permanen pada otak, ginjal, gangguan perkembangan janin serta kerusakan paru-paru,” imbuh dia.

Menurutnya, merkuri banyak ditemukan pada produk maskara, kutek dan pembersih riasan mata sebagai bahan pengawet.

Oleh karenanya dia mengimbau supaya masyarakat menghindari produk mengandung merkuri dengan mengecek izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) langsung ke website, kemudian memperhatikan petunjuk penggunaannya tidak jelas, serta keterangan bahan yang ditulis dalam bahasa asing.(rls)