Laksamana Pertama dr Ahmad Samsulhadi kaget. Hari itu ia dan Tim Medis Rumah Sakit Lapangan Indrapura (RSLI) Surabaya, Jawa Timur, menemukan fenomena aneh terhadap salah seorang Pekerja Migran Indonesia yang baru tiba dan dirawat di sana.

Dari hasil pemeriksaan PMI tersebut menunjukkan hasil CT Value yang sangat rendah. "Kami menemukan nilai CT value 1,8 pada satu pasien," kata Samsulhadi, Rabu (8/9/2021).

CT value atau cycle threshold value adalah suatu nilai yang muncul dalam pemeriksaan PCR. CT value PCR berfungsi untuk menentukan status apakah seseorang positif atau negatif virus COVID-19.

CT value juga dapat menunjukkan kemungkinan jumlah virus corona di dalam tubuh serta menentukan risiko pasien untuk mengalami komplikasi atau gejala berat COVID-19.

Tim medis lalu mengulang tes usap metode PCR ke pasien tersebut hingga 12 hari yang bersangkutan dirawat. Namun, CT value pasien tersebut masih tetap menunjukkan angka 1,8.

Tak hanya satu pasien, ternyata CT Value rendah itu juga ditemukan di beberapa orang PMI lain.

Karena punya CT valuenya rendah, Samsulhadi mulai curiga mereka terpapar virus Corona varian Mu. Benarkah mereka terpapar varian baru? Belum ada jawaban pasti.

Menurut keterangan Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono, varian baru virus Corona Mu atau B.1.621 belum terdeteksi di Tanah Air. Hal tersebut diketahui setelah dilakukan pemeriksaan 7.000 sampel di seluruh Indonesia dengan menggunakan metode whole genome sequencing (WGS).

"Mudah-mudahan varian Mu akan abortif seperti varian Lambda beberapa waktu lalu di Peru," ujar dia Senin (6/9/2021).

Varian Mu atau B.1.621 pertama kali diidentifikasi di Kolombia pada Januari 2021. Varian baru ini juga mulai teridentifikasi di beberapa bagian Amerika Selatan. Selain itu varian ini juga muncul di Inggris, Eropa, AS, dan Hong Kong.

Kemunculan varian baru itu membuat membuat Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), mengeluarkan peringatan. Mereka meminta negara-negara waspada terhadap varian baru ini. Dalam laporan mingguan epidemiologis yang diterbitkan Selasa (31/8/2021), WHO memperingatkan tentang munculnya sebuah “varian yang sedang diamati.”

Varian baru ini dimonitor dengan sangat saksama WHO karena sebagian kebal terhadap antibodi dari infeksi sebelumnya dan juga vaksinasi.

Hingga kini varian Mu telah meluas ke 43 negara dan wilayah, termasuk Amerika Serikat, Jepang dan Korea Selatan.

Pada (1/9/2021) lalu, Kementerian Kesehatan Jepang mengonfirmasi kasus pertama varian Mu baru dari virus corona pada dua orang yang datang dari luar negeri lewat pemeriksaan kesehatan di bandara pada Juni dan Juli.

Dibandingkan dengan varian Delta yang penularannya yang sangat cepat, varian Mu merupakan varian kelima yang menarik untuk dikaji cermat oleh WHO sejak Maret lalu.

Meski varian Mu ini disebut-sebut lebih kebal terhadap vaksin, sejauh ini WHO masih menelitinya.

Apa Gejalanya?
Menurut Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa, varian Mu membawa mutasi yang ditemukan pada varian Delta yang dominan.

Konon, varia Mu ini bisa lebih menular dibanding varian Delta. Cilakanya, varian ini disinyalir memiliki potensi untuk menolak vaksin.

Mu memiliki gejala yang sama dengan virus dasar. Individu yang tertular virus biasanya akan mengalami salah satu dari tiga gejala berikut:

- Suhu tubuh tinggi
Artinya, Anda merasa panas saat menyentuh dada atau punggung.
- Batuk baru yang terjadi terus menerus
Anda mengalami batuk yang sering selama lebih dari satu jam, tiga jam atau lebih episode batuk dalam 24 jam.
- Kehilangan atau perubahan pada indera perasa atau penciuman
Anda tidak dapat mencium atau merasakan apa pun, atau hal-hal yang berbau atau terasa berbeda.(***)