Sejak diluncurkan pada Juli 2020 sebagai Merdeka Belajar Episode 5, Program Guru Penggerak diminati banyak guru. Saat ini Program Guru Penggerak sudah memiliki tiga angkatan dengan jumlah 2.800 guru per angkatan. Angkatan pertama telah lulus seusai menjalani pendidikan selama sembilan bulan dalam Program Guru Penggerak.

Direktur Pendidikan Profesi dan Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan, Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan, Praptono, mengatakan bahwa meskipun dilakukan seleksi yang ketat, antusias para guru tetap tinggi untuk mendaftar sebagai Guru Penggerak.

“Setelah kita berjibaku menyosialisasikan, ternyata luar biasa. Kita punya guru dari berbagai pelosok daerah yang sangat antusias. Angkatan pertama kita terdiri dari 56 kabupaten dari seluruh Indonesia, dan alhamdulillah respons dari masyarakat dari angkatan 1 ke 2, 2 ke 3, dan ketika kita melakukan seleksi untuk angkatan ke-4, luar biasa minat guru kita untuk menjadi Guru Penggerak,” kata Praptono.

Dalam Silaturahmi Merdeka Belajar episode ketujuh yang diselenggarakan secara virtual,  Kamis, (16/9/) Praptono mengatakan, guru yang mendaftar untuk menjadi Guru Penggerak tidak hanya berada di wilayah perkotaan, melainkan berasal dari berbagai daerah, antara lain Lampung, Penajam Paser Utara di Kalimantan Timur, hingga Sorong di Papua Barat.

Proses seleksi dan persyaratan yang ketat tidak menyurutkan semangat para guru untuk mendaftar sebagai Guru Penggerak. “Animo tinggi, meskipun kami menerapkan seleksi yang sangat ketat bagi calon Guru Penggerak mulai dari seleksi administrasi, lalu seleksi tahap 2 dengan CV dan esai. Bahkan dari seleksi tahap 2, kami sudah bisa melihat bagaimana guru-guru ini memiliki potensi pembelajaran pada tahap simulasi dan wawancara,” ujarnya.

Ia menuturkan, target yang dicanangkan Kemendikbudristek untuk Program Guru Penggerak di setiap angkatan dan di setiap daerah selalu tercapai.  Kemendikbudristek menyeleksi guru-guru di seluruh negeri dari semua jenjang, mulai dari PAUD, SD, SMP, SMA, hingga SLB. Sementara seleksi untuk Guru Penggerak di jenjang SMK baru dimulai pada angkatan keempat. Ditargetkan, jumlah Guru Penggerak hingga akhir 2024 mencapai 405 ribu orang. “Dari angkatan ke angkatan, sasaran dari implementasi Guru Penggerak ini berlipat-lipat. Di angkatan 1 sampai 3 ada 2.800 orang per angkatan. Lalu di angkatan 4 sampai 6 ada 8.000 orang, dan sampai nanti di akhir tahun 2024 kita menargetkan 405.000 Guru Penggerak,” tutur Praptono.

Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam menyukseskan dan mengembangkan Program Guru Penggerak, salah satunya kolaborasi dalam aspek anggaran. Saat ini, seluruh pembiayaan Program Guru Penggerak dibiayai oleh pemerintah pusat. “Aspek anggaran sangat penting, sehingga kita bisa mengimplementasikan lebih baik dan bersinergi dengan pemda. Hasil evaluasi kami bahwa ada potensi di daerah yang bisa kita kapitalisasi untuk bisa lebih mendorong implementasi pendidikan Guru Penggerak, jadi bisa bersama-sama antara pemerintah pusat dan daerah,” katanya.

Menurut Praptono, kolaborasi menjadi hal penting, karena sektor pendidikan adalah kebijakan yang sudah diotonomikan ke daerah, maka pemerintah pusat akan lebih memainkan peran untuk mendorong dan menguatkan potensi yang ada di daerah. Pendidikan Guru Penggerak angkatan 1 sampai 3  bisa menjadi praktik baik dan membuktikan bahwa Indonesia memiliki guru-guru berkualitas dari pelatihan yang dirancang dan diselenggarakan oleh Kemendikbudristek. “Dengan praktik baik ini, saya yakin daerah akan terpanggil untuk mengalokasikan APBD-nya sehingga ketika sasaran kita semakin besar maka pembiayaan akan bisa didukung dan didorong pemerintah secara bersama-sama,” katanya.

Animo tinggi terhadap Program Guru Penggerak juga diakui oleh Muhammad Takdir, Guru SMAN 6 Wajo, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan.  Takdir yang juga hadir dalam Silaturahmi Merdeka Belajar 7, merupakan salah satu Guru Penggerak angkatan pertama dari Kabupaten Wajo. Ia mengatakan, Kabupaten Wajo termasuk daerah sasaran Program Guru Penggerak angkatan 1 dan 4. Menurutnya, antusiasme guru di sana sangat tinggi sejak dibuka pendaftaran pada angkatan 1. “Kami ada 46 guru yang baru kemarin dibentuk Menteri menjadi Guru Penggerak di Kabupaten Wajo. Antusiasme ini muncul karena kami merasa sebagai guru kami perlu belajar. Kami memahami bahwa murid yang dihadapi sekarang berbeda. Oleh karena itu, kami guru di Wajo antusias mengikuti Program Guru Penggerak,” ujarnya.

Takdir menuturkan, metode pendidikan dalam Program Guru Penggerak sangat berbeda dibandingkan dengan program pelatihan sebelumnya, baik dari tahap seleksi hingga pelaksanaan. “Program Guru Penggerak ini bersifat aplikatif dan langsung praktik nyata. Sekitar 70 persen prosesnya adalah praktik langsung dengan peserta didik di kelas. Ini sangat berbeda, sehingga perbaikan-perbaikan dalam proses pembelajaran menjadi tantangan bagi guru-guru di Wajo untuk melakukan perubahan,” tuturnya.

Pendidikan yang diikuti para guru dalam Program Guru Penggerak memberikan dampak perubahan yang signifikan, seperti yang diakui Luh Murniasih, Guru SMAN 3 Malang, Jawa Timur. Menurutnya, banyak  perubahan yang ia dapat dari Program Guru Penggerak, baik perubahan dalam diri sendiri, maupun perubahan untuk peserta didik dan sekolah. Perubahan pertama yang ia rasakan adalah kompetensi dalam kepemimpinan belajar di mana pembelajarannya berpusat dan berpihak pada murid. Kedua, kompetensi untuk mengembangkan orang lain. “Karena kita sering mau belajar tapi terpaku untuk menghadirkan narasumber, padahal guru-guru di sekitar kita punya masing-masing praktik baik dan itu akan menghasilkan dampak yang luar biasa,” katanya. Kemudian perubahan ketiga yang dirasakannya adalah dampak kompetensi pengembangan sekolah, berupa desain program untuk mengembangkan sekolah.

Di jenjang TK, Guru Penggerak mengenal enam bidang pengembangan yang harus digunakan, yaitu agama dan moral, sosial emosional, bahasa, kognitif, motorik, dan seni. Elvira Rosa, salah satu Guru Penggerak dari TK Negeri Pembina 5 Palembang, berharap Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang sudah disederhanakan sejak peluncuran Merdeka Belajar Episode 1 bisa menerapkan pembelajaran diferensiasi yang berpihak pada murid. Ia mengatakan, pembelajaran diferensiasi sejalan dengan filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara, yaitu menuntun anak sesuai kodratnya. Menurutnya, pembelajaran diferensiasi juga sejalan dengan profil, kebutuhan, dan minat, serta bakat siswa, sehingga jika Merdeka Belajar diterapkan sejak TK hingga SMA maka akan terwujud pola pembelajaran yang berpusat pada siswa. “Semua ini upaya untuk mewujudkan Merdeka Belajar dan Merdeka Bermain untuk anak usia dini,” ujar Elvira.

Guru Penggerak juga terus bergerak di Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Mereka membentuk Komunitas Guru Penggerak Angkatan Pertama untuk membuat program tindak lanjut. Octavia Shinta, seorang Guru Penggerak dari SD Muhammadiyah 2 Pontianak, mengatakan bahwa pembentukan komunitas itu merupakan inisiatif dari Dinas Pendidikan Kota Pontianak yang kemudian membuat program Guru Penggerak Menyapa. Kewajiban mereka adalah menyosialisasikan Program Guru Penggerak kepada guru-guru lain di Pontianak. Selain itu juga ada program Tegur atau Temu Guru. “Komunitas Guru Penggerak sudah tersebar di seluruh Kota Pontianak. Ini menjadi satu tindak lanjut yang membedakan, karena ketika pendidikan itu dinilai belum seberapa, namun saat kami mulai melangkah bersama-sama, kami tidak takut untuk bergerak bersama dan belajar bersama dalam satu komunitas,” tutur Octavia.(ted)