Kejaksaan Agung (Kejagung) mempertimbangkan adanya pemberatan hukuman mati dalam kasus dugaan korupsi izin ekspor crude palm oil (CPO) atau mafia minyak goreng. Kemungkinan ini muncul merujuk pada beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Febrie Adriansyah menyatakan salah satu pertimbangan pemberatan hukuman mati adalah kasus mafia monyak goreng telah memicu kelangkaan di tengah situasi krisis akibat pandemi Covid-19.

"Saya rasa pemberatan ini (hukuman mati) akan menjadi bahan pertimbangan bagi kita semua," ujar Febrie, pada Jumat 22 April 2022, dikutip dari Liputan6.com.

Febrie mengatakan, Kejagung bakal mempertimbangkan faktor pemberatan hukuman mengingat pihaknya tengah berkonsentrasi mengawal kebijakan-kebijakan strategis pembangunan yang disiapkan pemerintah.

"Ini juga penting bagi kelangsungan pembangunan bangsa itu menjadi yang harus kita garis bawahi. Ini pasti akan kita lakukan penindakan tegas. Sekali lagi akan dilakukan penindakan tegas," ujarnya.

Dijerat UU Tipikor

Pasal yang menjerat mafia minyak goreng diantaranya, Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) berbunyi, dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Termasuk, Pasal 54 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a, b, e, dan f Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan/atau Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 129 juncto Nomor 170 Tahun 2022 tentang Penetapan Jumlah untuk Distribusi Kebutuhan Dalam Negeri dan Harga Penjualan di Dalam Negeri.

Dan ketentuan Bab 2 huruf a angka 1 huruf b jo Bab 2 huruf c angka 4 huruf c Peraturan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Nomor 02 DAGLU per 1 2022 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kebijakan dan Pengaturan Ekspor CPO.

"Yaitu ada beberapa ketentuan-ketentuan perdagangan yang telah disebut itu adalah sebagian ketentuan-ketentuan yang dijadikan dasar oleh penyidik sebagai perbuatan melawan hukumnya. Tapi tetap kami sangkakan pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang Tipikor," ucap Febrie.(*)