Anggota Komisi IV DPR RI Darori Wonodipuro menegaskan agar pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) segera menangani wabah penyakit mulut-kaki (PMK). Dirinya khawatir, jika penanganan wabah lambat, maka akan menyebar ke berbagai daerah di Indonesia.

Foto ilustrasi Sapi

“Sebagai penanggung jawab program, Kementan tahu dari mana data asal usul kena (wabah PMK) di mana penularannya. Itu bisa diusut ujungnya, apakah sapi ini kena karena impor atau ada wabah yang dibawa ternak lain, kita tunggu saja,” tanggap Darori, Kamis (12/5/2022).


Lebih lanjut, usai masa reses, politisi Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (F-Gerindra) DPR RI itu menjelaskan akan membahas wabah PMK dengan Kementan pada rapat yang akan diselenggarakan pada 17 Mei 2022 mendatang. Dirinya berharap, pemerintah telah siap dengan solusi untuk menangani PMK di Indonesia.

Sehingga, jelasnya, wabah PMK tidak menyebar luas ke berbagai daerah di Indonesia. Tidak hanya itu, solusi-solusi tersebut bisa menekan kerugian masyarakat Indonesia, khususnya para peternak hingga konsumen. “Selesai reses, kita akan minta penjelasan dari Menteri Pertanian dan Dirjen apa langkah yang dilakukan. Mestinya segera turun mengecek semua,” tutup Darori.


Sementara menanggapi temuan 1.649 sapi ternak yang terpapar penyakit mulut-kuku (PMK) di Jawa Timur dan Aceh, Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan mendesak pemerintah agar cepat tanggap mengatasi sekaligus menekan penyebaran PMK di Indonesia.


“Saya menilai pemerintah gagal melakukan deteksi dini PMK, padahal ini merupakan penyakit hewan menular yang paling ditakuti di dunia karena kerugian ekonomi dan sosial yang ditimbulkan sangat besar," tutur Johan.


Demi menjaga keamanan pangan nasional terutama jelas momen Idul Adha, ia mendorong pemerintah melalui kementerian dan lembaga terkait untuk melakukan isolasi sentra peternakan setingkat kabupaten dan kota yang telah menjadi suspect PMK. Tidak hanya itu, ia meminta isolasi diperluas pada daerah yang berisiko tinggi seperti daerah yang berbatasan dengan negara yang belum bebas PMK, serta daerah pelabuhan di berbagai wilayah yang menerima pasokan ternak.


Jika PMK ini tidak ditangani dengan tepat, menurutnya, itu akan menjadi ancaman. Dirinya menerangkan wabah ini dikenal sebagai airbone desease. Di mana, PMK akan meningkatkan risiko abortus dadakan di antara ternak-ternak produktif. Sehingga, pertumbuhan populasi ternak Indonesia berpotensi turun drastis.


“Kasus PMK yang ditemukan di Jawa Timur dan Aceh mestinya mampu meningkatkan kewaspadaan dini secara nasional dan harus tingkatkan monitoring di seluruh daerah demi menjaga keamanan pangan nasional. Kami mengingatkan bahwa wabah PMK ini bisa terjadi lebih cepat dari yang kita duga, situasi ini akan memukul usaha peternakan rakyat sehingga upaya pengamanan maksimal terhadap usaha peternakan rakyat harus segera diprioritaskan," pungkas Johan. (ts/sf)