Kasus adu tembak antara Brigadir J atau Yoshua dengan Bharada E di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta memasuki babak baru.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo resmi menonaktifkan Irjen Ferdy Sambo dari jabatannya sebagai Kadiv Propam Polri.

Diketahui, Brigadir J dan Bharada E merupakan anak buah dari Ferdy Sambo, yang di mana diklaim bahwa kasus ini dikarenakan adanya dugaan pelecehan terhadap istri Ferdy.

"Kita melihat ada spekulasi-spekulasi yang muncul tentunya ini akan berdampak terhadap proses penyidikan yang kita lakukan. Oleh karena itu, malam hari ini kita putuskan untuk Irjen Ferdy Sambo sementara jabatannya dinonaktifkan," kata Listyo dalam konferensi pers yang dilakukan di Mabes Polri, Senin (18/7/2022).

Menurut dia, penonaktifan Irjen Ferdy Sambo dari jabatannya dapat menjaga objektivitas dalam penanganan perkara adu tembak antar anggota Propam Polri yang terjadi pada Jumat, 8 Juli 2022 lalu.

"Ini tentunya juga untuk menjaga apa yang telah kita lakukan selama ini terkait komitmen untuk menajga objektivitas, transparansi, dan akuntabel benar-benar bisa kita jaga, agar rangkaian proses yang saat ini dilaksanakan dapat berjalan dengan baik dan membuat terang peristiwa yang terjadi," ungkap Listyo.

Adapun Listyo menempatkan Wakapolri Komjen Gatot Eddy untuk mengemban tugas sementara sebagai Kadiv Propam Polri.

"Kemudian jabatan tersebut saya serahkan ke Pak Wakapolri," jelas dia.

Dirinya pun memastikan pengumpulan barang bukti dan saksi terus dilakukan dalam penanganan kasus adu tembak ini.

"Tentunya kita akan mengumpulkan selain saksi, juga bukti-bukti yang bisa dipertanggungjawabkan scientific, sebagaimana komitmen kami untuk memproses seluruh peristiwa yang ada ini dengan pertanggungjawaban scientific crime investigation," tutur Listyo.

Listyo sendiri belum merinci lebih jauh terkait perkembangan penanganan kasus adu tembak anggota yang dilakukan oleh tim khusus bentukannya. Namun dia memastikan seluruh hasil penyidikan akan disampaikan secara objektif dan transparan ke publik sesuai komitmen Polri yang selama ini dijaga.

"Seluruh tahapan sedang berjalan, proses pemeriksaan saksi sedang berjalan, pengumpulan alat bukti sedang berjalan," kata Listyo.

Sebelum Listyo mengumumkan penonaktifkan Ferdy Sambo, Keluarga Brigadir J atau Yoshua meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan DPR RI memberikan atensi ke Kapolri untuk menonaktifkan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.

"Jadi kami atas nama keluarga memohon dengan sangat kepada Bapak Presiden RI selaku kepala negara dan kepala pemerintahan, supaya memberi atensi, demikian juga Komisi III DPR RI selaku wakil rakyat, termasuk kepada Bapak Kapolri supaya menonaktifkan Kadiv Propam atas nama Ferdi Sambo ya," tutur kuasa hukum keluarga Brigadir Yoshua, Komarudin Simanjuntak, di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (18/7/2022).

Selain Irjen Ferdy Sambo, Kamarudin meminta Polri menonaktifkan Karo Paminal Brigjen Pol Hendra dan Kapolres Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto.

"Supaya objektif perkara ini disidik dengan baik," jelas dia.

Penyidik juga diharapkan menyita kendaraan yang digunakan Brigadir Yoshua bersama Irjen Ferdy Sambo dan istri selama berada di Magelang, termasuk video CCTV jalan yang merekam perjalanan mereka dari Magelang ke Jakarta pada Jumat, 8 Juli 2022. Termasuk semua bukti percakapan via ponsel antara Brigadir Yoshua, Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi selaku istri Ferdy Sambo, Bharada E, hingga ajudan lainnya.

"Demikian juga melalui media, ini mohon maaf ya kami juga menyampaikan surat teguran hukum atau pernyataan teguran hukum, atau somasi, supaya media tidak lagi ikut-ikutan menyebarkan almarhum melakukan pelecahan kepada istri pimpinannya," katanya

"Kenapa itu? Tidak mungkin itu dilakukan oleh seorang ajudan, karena ajudan itu tidak mungkin bisa masuk ke rumah tanpa diperintah, dan sampai sekarang belum ada bukti yang ditunjukan untuk itu. Jadi mohon kepada semua media yang kami hormati, selaku pengontrol sosial, supaya tidak ikut-ikutan menyebarkan berita yang tanpa adanya bukti," jelas Kamarudin.

Duga Brigadir Yoshua Tewas Dianiaya Beberapa Orang

Keluarga almarhum Brigadir J atau Yoshua melaporkan kasus adu tembak polisi di kediaman Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo dengan dugaan pembunuhan berencana di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.

Bareskrim Polri menerima laporan keluarga Brigadir J atau Yoshua terkait dugaan pembunuhan berencana dalam kasus adu tembak dua polisi di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Aduan tersebut tertuang dengan Laporan Polisi Nomor: LP/B/0386/VII/2022/SPKT/ Bareskrim Polri tanggal 18 Juli 2022.

"Adapun yang jadi pelapor adalah kuasa hukum daripada keluarga almarhum, dengan terlapor dalam lidik. Karena kita nggak mau buat laporan sebagai terlapor adalah Bharada E, karena menurut perhitungan kami berdasarkan fakta-fakta hampir tidak mungkin yang bersangkutan melakukan ini, atau setidak-tidaknya menurut perkiraan kami, ada terdiri dari beberapa orang," tutur Kamarudin di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (18/7/2022).

"Bukan hanya satu orang, bisa lebih dua atau tiga orang, karena ada yang berperan mengenakan pistol, berperan memukul, ada yang berperan melukai dengan senjata tajam, bahkan mungkin dengan sangkur, atau dengan laras panjang," sambung dia.

Menurut Kamarudin, dengan banyaknya luka, yang diderita Yoshua yang sebelumnya disebut sebagai Brigadir J, maka pihaknya sangat yakin kasus tersebut merupakan tindak pidana pembunuhan berencana.

"Kenapa pembunuhan berencana, karena begini, penjelasan dari Karo Penmas Polri adalah tembak menembak atau satu orang dengan menembak tujuh peluru yang menembakinya adalah sniper tapi tidak kena, tetapi yang tembak balik yang dari Bharada E tembakannya lima kali yang menghasilkan tujuh lubang, ini ajaib. Harus diperiksa ini senjata apa ini," jelas Kamaruddin.

Selain itu, lanjut Kamaruddin, Polri tidak menjelaskan dengan masuk akal terkait luka sayatan hingga luka memar yang ada di tubuh Brigadir Yoshua. Kemudian, ada luka diduga hasil pukulan senjata api laras panjang yang ditemukan di rahang, bahkan pundaknya tidak lagi kokoh, berbeda dengan yang sebelah kiri.

"Engselnya sudah berpindah, sudah tidak kokoh lagi, beda dengan yang sebelah kiri. Engselnya sudah berpindah, giginya sudah berantakan. Kemudian di berbagai tempat ada sayatan-sayatan termasuk di bibir, hidung, mata dua sayatan, dan di belakang telinga sejengkal, kemudian di tangan, jari, sampai kaki. Kami belum tahu bagimana di dalam celana dalamnya. Kami enggak tahu ada sayatan atau tidak, atau sudah hilang, kami nggak paham. Jadi, demikian juga organ-organ lainnya, maka kami meminta divisum et repertum ulang dan autopsi ulang untuk mengetahui sebab-sebab kematian daripada almarhum ini," Kamarudin menandaskan.

Komnas HAM Sudah Temui Keluarga Brigadir J


Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berencana meminta keterangan dari Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo terkait kasus dua anak buahnya yang adu tembak di Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan. Dalam peristiwa itu, Brigadir J meninggal dunia dan Bharada E diamankan petugas.

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menyampaikan pihaknya telah menemui keluarga almarhum Brigadir J di Jambi untuk meminta sejumlah keterangan terkait kasus tersebut.

"Dan ini langkah pertama kami, jadi bertemu dengan keluarga adalah langkah pertama kami. Habis itu kami pasti akan panggil teman-teman di pihak yang lain, teman-teman polisi, teman-teman siber, dan sebagainya. Termasuk juga pihak dari Pak Sambo Irjen Pol," tutur Anam dalam video yang diterima Liputan6.com, Minggu (17/7/2022).

Selain Ferdy Sambo, lanjut Anam, pihaknya juga akan memanggil istri dari Kadiv Propam Polri tersebut yakni Putri Candrawathi. Sejauh ini, sosok tersebut memang belum pernah muncul ke publik.

"Sambil termasuk kami berharap juga apa namanya akan bertemu dengan pihak istrinya, khususnya kalau memang dibutuhkan pendampingan psikologis macam-macam pastinya kami akan setuju dan kami hormati itu," jelas dia.

Anam menyatakan, rangkaian pemanggilan tersebut merupakan bagian dari proses pencarian titik terang kasus baku tembak anggota Propam Polri. Dia pun membuka pintu untuk segala informasi yang bisa diberikan oleh masyarakat perihal kasus tersebut.

"Sekali lagi, Komnas HAM bekerja dan bergerak secara imparsial. Bekerja dan bergerak secara objektif. Oleh karenanya kami mau masuk dan mendalami tahapan-tahapan itu berdasarkan fakta. Jika banyak yang menyumbang pikiran soal analisis soal motif, dan sebagainya nanti prosesnya. Jadi kami tidak berangkat dari motif, tapi kami berangkat dari jejak-jejak fakta yang ada. Termasuk nanti kalau dan jika dibutuhkan kami akan libatkan sejumlah ahli," Anam menandaskan.

Bharada E Gunakan Senjata Tidak Wajar


Anggota Komisi III DPR RI Trimedya Pandjaitan menyoroti sederet kejanggalan hasil penyelidikan kepolisian dalam kasus baku tembak yang terjadi di rumah dinas Kadiv Propam Irjen Pol, Ferdy Sambo. Salah satunya adalah senjata yang dipakai Bharada E sangat tidak wajar.

Adapun, terdapat insiden baku tembak antara Bharada E dan Brigadir Yoshua pada Jumat, 8 Juli 2022 di kediaman Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Istri Kadiv Propam disebut mengalami pelecehan seksual oleh Brigadir Yoshua. Dalam kejadian tersebut, Brigadir Yoshua dinyatakan meninggal dunia.

Menurut Trimedya, kejanggalan pertama terjadi dari jenis senjata yang dipakai Bharada E ketika baku tembak dengan Brigadir Yoshua. Di mana Bharada E kala itu disebut memakai senjata api (senpi) merk Glock-17.

"Kalau dulu, bukan sersan balok lah ya istilahnya ya, dan itu biasanya AKP (pakai Glock-17) atau kapten yang pegang jenis senjata itu, karena senjata itu kan mematikan," ujar Trimedya dalam webinar yang disiarkan lewat Instagram @diskusititiktemu, Sabtu (16/7/2022).

Pasalnya, Trimedya menilai jika senjata yang dipakai Bharada E tidaklah wajar, karena senpi jenis itu bukan untuk anggota yang berpangkat Bhayangkara Dua (Bharada). Dia menempati tingkatan pangkat terendah dalam golongan Tamtama. Sedangkan Brigadir Yoshua menggunakan pistol jenis HS-9.

"Sama seperti yang disampaikan Pak Arianto tadi harusnya dia (Bharada E) laras panjang," tutur dia.

Kejanggalan kedua, lanjut politikus PDIP, tidak ada bukti tembakan maupun bekas hasil kejadian yang ditampilkan penyidik. Padahal polisi telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP).

"Olah TKP-nya, kalau dikatakan tembak menembak itu kan sampai sekarang (sejak Jumat lalu) ini 8 hari ya kita tidak pernah, paling tidak pers boleh masuk. Ada enggak bekas tembak tembakan itu di sekitar rumahnya di dinding atau ditangga, darah kan nggak pernah ada (ditampilkan)," ujarnya.

Atas hal itulah, Trimedya merasa apa yang disampaikan pihak kepolisian berkaitan baku tembak tersebut sulit untuk diterimanya. Karena, bukti kejadian baku tembak tidak secara penuh disebarkan kepada pihak kepolisian.

"Kita orang hukum, keliatannya ya akal sehat kita dibalikin, nah itu kan harusnya ada. Nggak mungkin dong orang tembak tembakan, tapi nggak ada bekas darahnya, kaca pecah atau apa itu kan nggak pernah diliatin," ujar dia.(L6)