Kapolri Listyo Sigit Prabowo turut menjebloskan 11 perwira Polri ke tempat pengamanan khusus. Mereka bakal diperiksa maksimal terkait kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua (J).

Kapolri Listyo Sigit Prabowo

Selain Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo, Jenderal Sigit mengungkapkan, ada 10 anggota Polri berkepangkatan tinggi lain, yang bersekongkol dengan mantan Kadiv Propam itu, untuk melakukan penghalang-halangan proses pengungkapan kematian Brigadir J.

Kapolri tak membeberkan nama-nama para perwira Polri, yang turut membantu Irjen Sambo dalam melakukan penghambatan proses penyidikan pembunuhan berancana itu. Tetapi, kata Jenderal Sigit, selain Irjen Sambo, ada 10 personel Polri lainnya, yang turut dijebloskan ke sel isolasi khusus.

Kata Kapolri, mereka terdiri dari dua perwira bintang satu, atau Brigadir Jenderal (Brigjen), dua pangkat Komisaris Besar (Kombes), tiga dengan kepangkatan AKBP, dua berpangkat Komisaris Polisi (Kompol), dan satu personel AKP.

Tiga perwira tinggi dengan pangkat bintang, ditempatkan di sel isolasi di Mako Brimob. Selebihnya, ditempatkan di isolasi khusus di provos.

“Dan dalam pengusutan ini, akan terus bertambah sepanjang pemeriksaan-pemeriksaan oleh Irsus (Inspektorat Khusus) yang masih terus berproses hari ini,” ujar Kapolri, Rabu (10/8).

Jumlah personel kepolisian yang dijebloskan ke sel isolasi maksimal tersebut bertambah dari semula hanya empat orang. Karena, dalam prosesnya, para personel yang diperiksa, pun bertambah. Semula cuma 25 personel, menjadi 31 anggota yang turut diperiksa.

Jenderal Sigit mengatakan, para personel yang diperiksa itu, bersekongkol dengan Irjen Sambo melakukan beragam rekayasa, pembuatan skenario palsu, bahkan sampai pada pembersihan tempat kejadian perkara (TKP), perusakan, dan pelenyapan barang bukti, serta adanya manipulasi fakta kematian Brigadir J.

“Sehingga, membuat proses penanganan, pengungkapan, dan penyidikan peristiwa ini (pembunuhan Brigadir J) menjadi lambat,” ujar Kapolri.

Sikap tidak profesional para anggota Polri tersebut, dikatakan Kapolri, akan mendapatkan sanksi etik. Pun, janji dia, akan ada sanski pidana jika terbukti.

Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) Polri, Komisaris Jenderal (Komjen) Agung Budi Maryoto, menjelaskan, para personel yang diperiksa dalam persekongkolan dengan Irjen Sambo itu, lintas satuan. Dari Bareskrim, ada dua personel dengan pangkat perwira menengah (pamen), dan pertama (pama).

Dari Divisi Propam, ada keterlibatan 21 personel dengan tiga kepangkatan perwira tinggi, serta tujuh anggota Polda Metro Jaya, dengan kepangkatan pamen, dan pama. “Yang sudah kita periksa itu totalnya 56 personel. Yang 31 itu (personel), yang kita sudah duga melakukan pelanggaran etik yang disebut itu (menghambat penyidikan),” ujar Agung, Selasa (9/8).

Agung menerangkan, dari puluhan personel yang diperiksa itu, bukan cuma menyangkut soal etik. Tetapi, dari pemeriksaan tersebut, juga menyisir dugaan pidana yang dilakukan.

Kata dia, baik menyangkut dugaan pidana penghilangan barang bukti tindak kejahatan, atau terlibat dalam persekongkolan lain atas materi pokok kematian Brigadir J. “Ketika ada hasil pemeriksaan yang menonjol (dari puluhan personel terperiksa), maka kita serahkan ke Tim Khusus untuk proses lainnya (pidana),” kata Agung menambahkan.

Dalam kasus kematian Brigadir J ini, terungkap fakta baru yang menyeret Irjen Sambo sebagai tersangka pembunuhan berencana. Kapolri, pada Selasa (9/8) menyebutkan, kematian yang dialami oleh Brigadir J, dilakukan oleh Bharada Richard Eliezer (RE).

Namun, kata Kapolri, pembunuhan tersebut, dilakukan atas perintah dari Irjen Sambo. Bharada RE menjadi eksekutor penembakan sampai mati kepada Brigadir J, menggunakan senjata milik Bripka Ricky Rizal (RR). Kejadian itu, terjadi di rumah dinas Irjen Sambo, di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7).

Irjen Sambo merekayasa kasus tersebut, dengan membuat seolah-olah kematian Brigadir J akibat tembak-menembak dengan Bharada RE. Irjen Sambo, kata Jenderal Sigit, mengambil pistol milik Brigadir J setelah kematiannya, lalu menembakkan ke arah dinding.

Kata Jenderal Sigit, dari fakta penyidikan, tak ditemukan adanya tembak-menembak. “Setelah dilakukan gelar perkara, tim penyidik memutuskan untuk menetapkan saudara FS (Irjen Ferdy Sambo) sebagai tersangka,” kata Sigit.

Akan tetapi, dari penyidikan, timnya belum menemukan fakta baru yang mengarah apakah Irjen Sambo, turut melakukan penembakan terhadap Brigadir J. Pun, tim penyidik, belum dapat memastikan apa motif dari peristiwa yang melatarbelakangi aksi pembunuhan terhadap Brigadir J itu.

“Terkait apakah motif, dan terkait apakah saudara FS turut melakukan (penembakan terhadap Brigadir J), masih terus berproses dan didalami,” ujar Sigit.

Kepala Bareskrim Polri, Komjen Agus Andrianto mengatakan, dalam penyidikan berjalan, sudah ada empat tersangka dalam kasus pembunuhan itu. Selain Irjen Sambo, Drektorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum), bersama Tim Gabungan Khusus sudah menetapkan Bharada RE sebagai tersangka, Rabu (3/8).

Juga menetapkan Bripka RR, sebagai tersangka, Ahad (7/), dan pada Selasa (9/8) juga menetapkan inisial KM, orang sipil, sebagai tersangka. Para tersangka tersebut, dijerat dengan sangkaan utama Pasal 340 KUH Pidana, subsider Pasal 340 KUH Pidana, juncto Pasal 55, dan Pasal 56 KUH Pidana.

Sangkaan utamanya, terkait dengan pembunuhan berencana, subsider pembunuhan, juncto penyertaan dalam melakukan pembunuhan bersama-sama, dan memberikan sarana dalam kejahatan penghilangan nyawa. “Ancaman hukumannya, maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara selama 20 tahun,” kata Agus, Selasa (9/8).(ROL)