Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Sutrisno memutuskan sidang perkara pencabulan santriwati dengan terdakwa anak kiai Jombang Moch Subchi Azal Tzani (MSAT) alias Mas Bechi digelar offline pada Senin 15 Agustus pekan depan.

"Mengadili, menyatakan nota keberatan Mas Bechi dari JPU tidak dapat diterima. Menyatakan surat dakwaan dari JPU terhadap Mas Bechi sah menurut hukum, penyelesaian perkara terdakwa Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi dilanjutkan," ujar Sutrisno, Senin (8/8/2022).

Ada pun pertimbangan yang melatarbelakangi hal tersebut, diantaranya yaitu menimbang, bahwa pengertian situasi yang dapat mengganggu kamtibmas mampu mengganggu psikologi.

Menimbang dengan adanya keputusan sidang dari PN Jombang dan surat rekomendasi, menunjukkan bahwa daerah di Jombang tidak mengizinkan PN Jombang menangani perkara aquo.

"Menimbang bahwa, suatu surat dakwaan dapat dikatakan memenuhi ketentuan materiil apabila sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan. Dan menimbang bahwa, keberatan penuntut umum (JPU terhadap sidang online) tidak diterima," ucap Sutrisno.

"Penetapan berdasarkan ketuhanan YME, berkas perkara terdakwa Mas Bechi ditahan sejak dari penyidik sampai dengan perpanjangan sejak 7 Agustus sampai 5 Oktober 2022 dan didampingi PH, berdasarkan surat kuasa per tanggal 15 Juli 2022, penetapan PN Surabaya, menimbang bahwa pemeriksaan perkara dan sidang digelar secara offline dengan prokes ketat dan menjaga kamtibmas," tambah Sutrisno.

Sutrisno kemudian memerintahkan JPU untuk menghadirkan terdakwa di sidang pekan depan. Namun, dengan pertimbangan bahwa sidang akan ditinjau kembali apabila sidang offline ini menimbulkan gejolak kamtibmas dan persebaran Covid-19.

"Menetapkan JPU kepada terdakwa Mas Bechi dihadirkan dalam sidang secara offline. Kami harap, sidang offline berlangsung lancar sesuai dengan hukum acara. Sidang akan berlangsung tetap hari Senin, akan kita laksanakan seminggu dua kali," ujarnya.

Ketua Penasihat Hukum (PH) MSAT, I Gede Pasek Suardika mengaku senang usai kliennya diperbolehkan menjalani sidang secara offline. Sebab, ia menyebut sudah ada putusan dari MA perihal sidang offline.

"Jadi, prinsipnya kalau soal eksepsi itu sudah diduga karena bagaimanapun juga keputusan MA gak mungkin dilawan PN Surabaya," ucapnya.

Gede menjelaskan, pihaknya melakukan itu bukan tanpa sebab. Menurutnya, pada sidang pertama pihaknya tidak dapat BAP menyebabkan dirinya mengajukan permohonan ke MA.

"Kalau langsung, tanpa eksepsi, langsung pemeriksaan saksi. Dengan pola eksepsi, maka BAP bisa terbaca," ujarnya.

Selain itu, ada ruang yang mengajukan sifat offline. Oleh karena itu, ia memperkirakan hal itu keinginan pihaknya untuk keadilan.

"Kalau keadilan psikologis mungkin dirugikan Mas Bechi ya, karena datang disorot media dan sebagainya. Tapi, untuk membuka kebenaran, saya kira ini cara terbaik. Sehingga, kami, terdakwa, jaksa, hakim ketemu mata (langsung) untuk lihat gestur dari saksi dan sebagainya, jadi objektif dalam mencari keadilan," ucap Gede.

Oleh karena itu, apa yang sebenarnya terjadi dalam sidang tertutup sebelumnya, Gede menilai bisa menjadi clue atau petunjuk tentang kasus tersebut.

"Ya kalau media yang menulis, media berasumsi ada belasan santriwati di bawah umur. Sehingga, Mas Bechi dikatakan sebagai predator," ujar Gede.(L6)