Bank Indonesia memutuskan untuk memperpanjang kebijakan pelonggaran rasio loan to value (LTV) dan financing to value (FTV) untuk kredit  pemilikan rumah (KPR) serta pembiayaan properti hingga 31 Desember 2023. Hal serupa juga dilakukan untuk uang muka kredit atau pembiaayan kendaraan bermotor.

Foto hanya ilustrasi

"Kami perpanjang kebijakan ini dari yang semula berakhir 2022, kami perpanjang setahun sampai 2023," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam RDG BI hari ini, Kamis (20/10/2022).

Melalui kebijakan ini, rasio LTV dan FTV kredit properti untuk semua jenis properti seperti rumah tapak, rumah susun, atau rukan jadi paling tinggi atau 100 persen. Sementara itu, untuk sektor otomotif, BI akan tetap memberikan pelonggaran pada ketentuan uang muka menjadi paling sedikit nol persen. Kebijakan itu berlaku pada semua jenis kendaraaan bermotor baru.

Pelonggaran BI itu dilakukan dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. Lalu, pelonggaran berlaku bagi bank dengan rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) tertentu. Tercatat, NPL bank per Agustus 2022 mencapai 2,88 persen secara bruto dan 0,79 persen secara net.

BI juga akan melanjutkan kebijakan makroprudensial akomodatif dengan mempertahankan rasio countercyclical capital buffer sebesar 0 persen, serta rasio intermediasi makroprudensial (RIN) pada kisaran 84-94 persen.

Di sisi lain, BI mencatat bahwa pertumbuhan kredit perbankan pada September 2022 tumbuh 11 persen secara tahunan (year-on- year/yoy). "Ini ditopang oleh peningkatan di seluruh jenis kredit dan seluruh sektor ekonomi," ujar Perry.

Sementara itu, pertumbuhan pembiayaan di perbankan syariah tumbuh lebih tinggi dibandingkan rata-rata industri, yakni 19 persen yoy.

Dari sisi penawaran, berlanjutnya perbaikan intermediasi perbankan didukung oleh standar penyaluran kredit yang tetap longgar. Hal ini diiringi dengan membaiknya sektor pertanian, perdagangan, dan konstruksi.

Fungsi intermediasi perbankan juga ditopang oleh pemulihan kinerja korporasi dan rumah tangga yang berlanjut, sejalan dengan tingkat kemampuan membayar dan belanja modal.

"BI mengapresiasi perbankan dalam mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional melalui kredit ke dunia usaha dan jaga suku bunga kredit tetap akomodatif," ujar Perry.

Adapun Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) pada Oktober 2022 telah memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,75 persen.

Perry mengatakan, seiring dengan kebijakan suku bunga acuan itu BI tetap mendorong kredit pada sektor perbankan. Oleh karena itu, BI memberikan sejumlah pelonggaran makroprudensial.

"Kami memberikan relaksasi makroprudensial, insentif kami lakukan untuk dorong perbankan salurkan kredit," ujarnya.(ban)