Dijelaskan bahwa setiap kata-kata yang terucap mencerminkan bentuk hati si penuturnya.


Sebagai contoh perkataan para rasul, Nabi dan wali penuh hikmah, kebijaksanaan dan indah karena hati mereka bercahaya.


Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam menjelaskan bahwa setiap kata-kata yang terungkap dibungkus oleh pakaian hati tempat kata-kata itu keluar.


كُلُّ كَلاَمٍ يَبْرُزُ وَعَلَيْهِ كِسْوَةُ الْقَلْبِ الَّذِى مِنْهُ بَرَزَ


"Setiap kata-kata yang terungkap adalah dibungkus oleh pakaian hati sebagai tempat keluarnya." (Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari, Al-Hikam)


Foto ilustrasi Orang ngobrol

Penyusun dan Penerjemah Al-Hikam, D A Pakih Sati Lc dalam buku Kitab Al-Hikam dan Penjelasannya yang diterbitkan penerbit Noktah tahun 2017 menjelaskan maksud Syekh Athaillah mengenai kata-kata yang keluar dari mulut sesuai pakaian hatinya.


Setiap kata yang kamu keluarkan dari hati disertai cahaya. Jika cahaya hati kamu terang maka kata-kata yang kamu keluarkan akan membekas di jiwa dan akan selalu diingat sepanjang masa.


Sebaliknya, jikalau hati kamu kotor maka kata-kata yang kamu keluarkan ibarat debu yang beterbangan. Tidak ada bekasnya sama sekali.


Baik atau buruknya kata-kata yang diucapkan, juga menjelaskan kadar cahaya hati pemiliknya. Jika kata-katanya baik maka itu merupakan tanda kecemerlangan hati orang tersebut.


Jika kata-katanya kotor maka begitu jugalah keadaan hatinya. Lihatlah kata-kata para Nabi Muhammad SAW yang penuh hikmah dan kebijaksanaan. Hal tersebut dikarenakan keluar dari hati yang penuh cahaya.


Kemudian, cobalah kamu lihat juga ungkapan para wali Allah SWT, kata-kata mereka juga indah dan penuh hikmah karena hati mereka bercahaya sesuai dengan kadar keimanan mereka.


Keadaan kaum mukminin lainnya tidak jauh berbeda. Semakin bercahaya hatinya maka semakin membekas kata-katanya.


Sementara, terjemah kitab Al-Hikam Ustadz Bahreisy menambah penjelasan perkataan Syekh Athaillah mengenai perkataan yang keluar dari mulut sesuai corak hati si penuturnya dengan mengutip jawaban ulama tabiin yakni Muhammad bin Wasi.


Ada seseorang yang mencela, "Mengapa hati orang-orang sekarang tidak khusyuk dan matanya tidak mencucurkan air mata?"


Dijawab oleh Muhammad bin Wasi, "Kemungkinan hal seperti itu karena diri kamu sendiri, karena jika nasihat itu keluar dari hati yang ikhlas pasti masuk ke dalam hati. Sebaliknya nasihat yang hanya karangan lidah dan fantasi belaka, maka ia akan masuk dari telinga kanan dan keluar dari telinga kiri."


Abul Abbas Almarsy mengatakan, "Keadaan hamba hanya ada empat macam. Nikmat, bala, taat dan maksiat. Maka di dalam nikmat kewajiban hamba bersyukur kepada Allah SWT. Jika menerima bala harus sabar. Jika bisa melakukan taat harus merasa karena taufik dan hidayah dari karunia Allah SWT. Jika tergelincir dalam dosa maksiat maka harus membaca istighfar." (ROL)