Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian berencana memberikan subsidi kendaraan listrik listrik sebesar Rp80 juta dan mobil berbasis hybrid sebesar Rp40 juta, serta motor listrik baru Rp8 juta. Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah mengatakan, rencana pemberian subsidi itu tidak ada dalam APBN 2023. Said menilai, rencana subsidi yang sedemikian besar untuk mobil dan motor listrik sangat tidak sebanding dengan alokasi program perlindungan sosial yang diterima oleh setiap rumah tangga miskin.

Ketua Banggar DPR Said Abdullah mempertanyakan sumber anggaran subsidi pembelian kendaraan listrik, karena di dalam APBN 2023 tak ada alokasi dana untuk menjalankan rencana program tersebut.

 

“Jika subsidi ini akan direalisasikan dalam bentuk uang tunai untuk pembelian mobil dan motor listrik, dan jika direalisasikan tahun depan, maka kami tegaskan tidak ada alokasi APBN 2023 untuk dukungan kebijakan tersebut. Oleh sebab itu, kebijakan ini harus dikaji kembali oleh pemerintah. Terlebih pada tahun 2023 kita harus bersiap menghadapi situasi ekonomi global yang tidak menentu. karena itu kita membutuhkan ketangguhan fiskal pada APBN,” pungkas Said, Senin (19/12/2022).

 

“Apakah patut, di tengah situasi kita akan menghadapi ekonomi global yang sulit, yang efeknya tentu akan berdampak pada ekonomi domestik lantas kita memikirkan subsidi untuk rumah tangga mampu? Apalagi masih lebih dari separuh jumlah rakyat kita yang belum memenuhi standar makanan bergizi, dan prevalensi stunting balita kita masih tinggi, tentu hal ini keluar dari batas kepatutan. Mandat utama konstitusi dan bernegara kita adalah mengentaskan rakyat dari kemiskinan. Hal inilah yang harus jadi kacamata utama kita dalam merumuskan kebijakan prioritas,” lanjut Anggota Komisi XI DPR RI tersebut.

 

Said menambahkan, telah banyak insentif yang diberikan pemerintah kepada industri kendaraan listrik. Oleh sebab itu, rencana untuk memberikan subsidi mobil dan motor listrik hendaknya dipertimbangkan dengan matang dan seksama, agar akselerasi Indonesia menuju transportasi rendah emisi, agenda mengurangi impor minyak bumi, usaha menyehatkan APBN dan kebijakan berkelanjutan mengurangi tingkat kemiskinan dapat berjalan seimbang.

 

Masih terkait pengembangan ekosistem Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB), pemerintah melalui Perpres Nomor 55 tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan, dalam rangka menumbuhkan ekosistem kendaraan bermotor listrik berbasis baterai.  Said memberi catatan agar beleid itu memberikan nilai tambah terhadap kebangkitan industri dalam negeri. Aspek seperti Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) juga diatur secara bertahap, dimana komponen TKDN besarannya diharapkan meningkat dari target waktu yang ditentukan, dimana TKDN untuk roda dua pada tahun 2026 minumum 80 persen dan 2030 untuk roda empat minimun 80 persen.

 

“Kita berharap target ini bisa konsisten dipenuhi. Pemerintah juga mengedepankan pelaku pelaku industri dalam negeri sebagai pelaku pelaku penting bagi terciptanya ekosistem KBLBB, meskipun sejumlah teknologi penting masih dikuasai oleh pelaku pelaku industri luar negeri. Namun pemerintah harus memberikan dukungan insentif terhadap penamaman modal dalam negeri untuk industri kendaraan listrik. Jika skemanya investasi asing, maka perlu melibatkan rantai pasok produksi oleh mitra mitra nasional lebih banyak, baik BUMN maupun swasta domestik,” katanya.


Diketahui pemerintah telah mengeluarkan kebijakan insentif perpajakan untuk KBLBB melalui berbagai kebijakan, antara lain tax holiday 20 tahun, super dedaction hingga 300 persen atas biaya penelitian dan pengembangan pembangkit tenaga listrik, baterai, dan alat kelistrikan, pembebasan PPN atas bahan baku pembuatan baterai, pembebasan PPN atas impor barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik untuk industry KBLBB, perbedaan tarif PPnBM untuk KBLBB sebesar 0 persen sedangkan yang BBM berkisar 15-70 persen, bea masuk impor mobil incompletely knocked down maupun completely knocked down sebesar 0 persen, pengurangan bea balik nama kendaraan bermotor hingga 90 persen.

 

“Jika di total keseluruhan insentif perpajakan ini mencapai 32 persen dari harga jual mobil listrik dan 18 persen dari motor listrik. Dukungan insentif perpajakan ini angin segar bagi industri KBLBB, dan patut kita apresiasi. Terbaru, pada tanggal 22 September 2022 pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No 7 tahun 2022 tentang Penggunaan KBLBB sebagai kendaraan operasional atau dinas pemerintah pusat dan daerah. Inpres ini tentu saja akan mendorong permintaan terhadap KBLBB, dan angin segar bagi industri kendaraan listrik,” harapnya. (sf/aha)