Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyatakan proses rekrutmen anggota tim seleksi (timsel) KPU daerah (KPUD) akan tetap objektif, meskipun dilakukan secara tertutup.

Logo : KPU

“Harus terpilih secara objektif timsel yang direkrut, timsel yang terbaik. Itu untuk menjamin agar seleksi anggota KPUD berjalan adil dan objektif, sehingga dihasilkan penyelenggara yang terbaik untuk pelaksanaan dan penyelenggaraan Pemilu 2024,” kata anggota KPU RI Parsadaan Harahap, melalui keterangan tertulisnya Kamis, (19/1/2023).

Sebelumnya, Ketua KPU RI Hasym Asyari mengatakan, meskipun dilakukan secara tertutup, KPU RI memastikan rekrutmen timsel anggota KPUD tetap mengutamakan kompetensi.

Hasyim menambahkan meskipun dilakukan secara tertutup, masyarakat tetap dapat memberikan tanggapan terkait dengan rekrutmen anggota timsel KPUD.

"Kalau sudah diumumkan (anggota timsel terpilih), tentu akan diberi kesempatan bagi masyarakat untuk memberi tanggapan. Itu salah satu cara untuk memberikan partisipasi,” ujar Hasyim.

Menurutnya, tanggapan berupa masukan atau catatan dari masyarakat itu bernilai penting bagi KPU untuk memastikan kualitas dan kapasitas timsel tetap terjaga.

“Saya kira catatan dan masukan masyarakat terhadap timsel nanti bisa menjadi suatu. Yang penting, supaya kemudian kualitas dan kapasitas timsel yang dibentuk KPU juga tetap terjaga,” kata Hasyim.

KPU RI berencana menetapkan tim seleksi calon anggota KPU daerah secara tertutup. Rencana itu dimuat dalam Nota Dinas Nomor 122/TU.01.1/SJ/2023 yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPU RI Bernad Darmawan Sutrisno pada Jumat (13/1/ 2023).

Sementara Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Puadi, mengharapkan lembaga survei dapat berkembang dengan mengutamakan prinsip integritas, transparan, dan independen.

 
Apalagi, lembaga survei merupakan bagian dari partisipasi masyarakat yang diatur dalam ketentuan Undang-Undang (UU) Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 338 hingga Pasal 450.
 
Hal tersebut diungkapkan Puadi, saat menghadiri peluncuran Asosiasi Peneliti Persepsi Publik Indonesia (Aseppsi) di Jakarta, seperti dilansir laman bawaslu, Kamis (19/1/2023).
 
Puadi menuturkan, berdasarkan Pasal 488 poin kedua item c dan d disebutkan partisipasi masyarakat dalam pemilu dapat berupa survei atau jajak pendapat tentang pemilu dan penghitungan cepat hasil pemilu. 
 
Hanya saja, mantan Anggota Bawaslu Provinsi DKI Jakarta ini mengingatkan adanya pengumuman hasil survei saat masa tenang.
 
“Berdasarkan Pasal 509 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 pengumuman hasil survei atau jajak pendapat pada masa tenang dapat dipidana dengan ancaman kurungan satu tahun serta ancaman denda sebesar Rp12 juta. Hanya saja kemudian dimaknai oleh dua putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yakni putusan nomor 9 Tahun 2009 dan 24 Tahun 2014 yang pada intinya tidak dilarang sepanjang sesuai dengan sesuai dengan prinsip metodologis ilmiah dan tidak bertendensi,” urainya.
 
Puadi menegaskan,  penghitungan cepat berdasarkan putusan MK nomor 9 Tahun 2009 dan 24 Tahun 2014 tersebut menunjukkan  tidak ada data yang akurat  bahwa quick count (penghitungan cepat) mengganggu ketertiban umum atau menimbulkan keresahan. 
 
Menurut Puadi, dalam dua putusan MK tersebut harus diingat bahwa quick count bukanlah hasil resmi, namun masyarakat berhak mengetahui.
 
“Oleh sebab itu, menurut MK pengumuman hasil quick count begitu selesai pemungutan suara adalah sesuai dengan hak konstitusional bahkan sejalan dengan ketentuan Pasal 28F UUD 1945,” katanya.
 
Puadi menyatakan, pengaturan quick count selanjutnya mengalami perubahan norma dari yang sebelumnya hanya boleh dilakukan paling cepat di hari berikutnya dari hari pemungutan suara, menjadi hasil penghitungan cepat pemilu bisa dilakukan paling cepat dua jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat sesuai Pasal 449 ayat (5) UU 7/2017.
 
“Bawaslu sendiri punya kewenangan dalam penanganan kode etik dan pidana pemilu apabila lembaga survei diduga melanggar prinsip metodologis ilmiah dan tidak bertendensi. Jadi jangan ada tendensi dan manipulasi,” katanya.
 
Puadi pun menjabarkan tiga kriteria bagi lembaga survei agar ideal dalam pemilu.
 
“Pertama, menjadi pihak yang dapat memitigasi membesarnya polarisasi menjelang dan pasca-pemilihan presiden (Pilpres) 2024 nanti,” tuturnya.
 
Kedua, lanjut dia, lembaga survei dapat menunjukkan tanggung jawab moral dengan berkontribusi nyata melahirkan satu gagasan politik ideal.
 
“Ketiga, setelah melahirkan satu gagasan politik, lembaga-lembaga survei ini lalu duduk bersama dengan para pemangku kepentingan seperti pemerintah, KPU, dan Bawaslu untuk menyusun satu model pertarungan politik yang sehat bagi para kontestan Pemilu 2024,” katanya.
 
Aseppsi yang berdiri secara legal pada 8 November 2022 ini merupakan asosiasi dari enam lembaga survei, yakni Skala Survei Indonesia (SS), Poligov, Litbang Sinpo, Simteris, Suara Politik Publik, dan Stakom Nusantara.