Ketua MPR Usulkan Soeharto Diberi Gelar Pahlawan Nasional
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengusulkan Presiden ke-2 RI Soeharto mendapatkan gelar pahlawan nasional dari pemerintahan baru. Hal ini disampaikan Bamsoet dalam Silaturahmi Kebangsaan Pimpinan MPR RI bersama Keluarga Besar Presiden H. M. Soeharto di Parlemen Senayan, Sabtu (28/9/2024).
Ia mengatakan, usulan gelar pahlawan nasional itu dengan memperhatikan besarnya jasa dan pengabdian Soeharto. Di mana mendiang Soeharto telah memimpin Indonesia selama 32 tahun.
Ia juga mengungkit beberapa jasa Soeharto untuk Indonesia. Misalnya, di bidang ekonomi.
"Beliau telah berusaha mengabdikan diri sebaik-baiknya dalam menjalankan tugas sebagai Presiden. Dan berjasa besar dalam mengantarkan bangsa Indonesia beranjak dari negara miskin menjadi negara berkembang," ucap Bamsoet.
Kemudian, adanya surat jawaban Pimpinan MPR Nomor B-13721/HK.00.00/B-VI/MPR/09/2024 tanggal 24 September 2024 dalam menindaklanjuti surat Pimpinan Fraksi Partai Golongan Karya MPR RI Nomor PP.022/FPG/MPRRI/IX/2024. Perihal Pasal 4 TAP XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, untuk ditegaskan oleh Pimpinan MPR RI bahwa Pasal 4 Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998.
Khususnya yang secara eksplisit menyebutkan nama mantan Presiden Soeharto agar dinyatakan sudah dilaksanakan. Tanpa mencabut Ketetapan tersebut maupun mengurangi makna yang termaktub secara umum dalam Pasal 4 Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998.
"Maka rasanya tidak berlebihan sekiranya mantan Presiden Soeharto dipertimbangkan oleh pemerintah yang akan datang. Dan oleh pemerintah mendapatkan anugerah gelar pahlawan nasional selaras dengan mendapatkan martabat kemanusiaan dengan peraturan perundangan," ujar Bamsoet.
Bamsoet juga mengajak semua pihak untuk mengambil hikmah atas berbagai peristiwa yang terjadi di masa lampau. Menurutnya, hal itu dapat dijadikan pelajaran berharga bagi pembangunan karakter nasional bangsa Indonesia di masa kini dan di masa depan.
"Jangan ada lagi dendam sejarah yang diwariskan pada anak-anak bangsa yang tidak pernah tahu. Apalagi terlibat pada berbagai peristiwa kelam di masa lalu," ujarnya.
Ia menegaskan dalam konteks inilah pimpinan dan lembaga MPR sebagai lembaga penerimaan seluruh rakyat Indonesia. Serta rumah besar kebangsaan berkomitmen untuk terus melakukan berbagai upaya untuk terciptanya rekonsiliasi nasional.
"Dan ke dukungan persaudaraan kebangsaan di antara berbagai elemen bangsa. Dalam koridor etika dan hukum yang berlaku di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia," ucap Bamsoet.
Sebelumnya, MPR menghapus nama mantan Presiden Soeharto di Ketetapan (Tap) MPR Nomor XI/MPR/1998. Alasannya, Soeharto sudah meninggal pada 27 Januari 2008.
Nama resmi Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 itu sebenarnya adalah: Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Namun, Tap ini dikenal juga sebagai Tap tentang Soeharto karena Pasal 4 menyebut secara eksplisit nama penguasa Orde Baru yang diturunkan lewat people power pada 1998 itu.
Sebagai informasi, acara tersebut dihadiri langsung oleh Keluarga Soeharto. Seperti Siti Hardijanti Rukmana dan Siti Hediati Hariyadi.
Hadir juga sejumlah pimpinan MPR RI, yakni Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah, Ahmad Muzani, dan Jazilul Fawaid. Tampak juga Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas.(*)