Makna dan Aturan Memberi Angpao Saat Imlek dan Baju Merah
Perayaan Imlek selalu identik dengan tradisi berbagi angpao, amplop merah berisi uang yang membawa makna keberuntungan dan berkah. Dikutip dari Chinese New Year dalam bahasa Mandarin, angpao disebut hong bao, yang berarti "uang keberuntungan" atau "uang tahun baru." Namun, apa sebenarnya filosofi, sejarah, dan aturan di balik pemberian angpao ini?
Angpao memiliki makna mendalam yang berbeda tergantung siapa pemberi dan penerimanya. Orang tua yang memberi angpao kepada anak-anak menyimbolkan harapan agar mereka melewati tahun baru dengan keberuntungan dan berkat. Sebaliknya, anak-anak yang memberi angpao kepada orang tua sebagai tanda terima kasih, penghormatan, dan doa untuk umur panjang.
Tradisi memberi angpao sudah ada sejak Dinasti Han. Pada masa itu, yang diberikan bukanlah uang asli, melainkan koin imitasi yang diikat dengan tali merah untuk mengusir roh jahat. Koin ini sering dihiasi tulisan seperti "damai di seluruh dunia," "panjang umur," dan "keberuntungan," serta simbol naga dan burung phoenix yang membawa keberkahan.
Ketika uang kertas mulai digunakan, tradisi angpao pun berubah. Pada abad ke-20, orang biasanya memberi 100 sen dalam angpao sebagai harapan agar penerimanya hidup hingga 100 tahun. Namun, setelah Perang Dunia II, nominal uang dalam angpao mulai menyesuaikan dengan kondisi ekonomi.
Tradisi memberi angpao memiliki aturan sederhana yang berkembang seiring waktu:
1. Pemberian Angpao oleh Orang Dewasa:
Orang dewasa, terutama mereka yang sudah menikah, memberikan angpao kepada anak-anak, orang tua, atau sesepuh. Namun, saat ini, tradisi lebih fleksibel, sehingga siapa saja bisa memberi angpao.
2. Nominal Angpao:
Tidak ada aturan baku soal jumlah uang, namun umumnya semakin dekat hubungan seseorang, semakin besar nominalnya.
Di Cina Utara, angka genap seperti 50 atau 100 lebih disukai, sedangkan di Cina Selatan angka keberuntungan seperti 6 dan 8 menjadi pilihan.
Angka 6 melambangkan kesuksesan, sementara angka 8 melambangkan kekayaan.
Mengacu pada tradisi di berbagai tempat:
1. Anak dan keponakan: Sekitar Rp 200.000 (US$ 12).
2. Anak yang jarang bertemu: Sekitar Rp 100.000 (US$ 6).
3. Anak tetangga: Sekitar Rp 50.000 (US$ 2).
4. Staf atau karyawan: Rp 100.000 hingga Rp 200.000.
Di Singapura, nominal angpao biasanya berkisar SGD 10 hingga SGD 20, sementara peranakan Tionghoa di Amerika sering memberi sekitar USD 20.
Tradisi angpao tidak hanya tentang memberikan uang, tetapi juga menyampaikan doa, harapan, dan penghormatan. Meskipun nominalnya bisa bervariasi, inti dari tradisi ini adalah mempererat hubungan kekeluargaan dan menyebarkan keberuntungan di tahun yang baru.
Perayaan Tahun Baru Imlek selalu identik dengan tradisi yang penuh makna, salah satunya adalah kebiasaan mengenakan baju baru berwarna merah. Tapi, pernahkah Anda bertanya-tanya, apa sebenarnya alasan di balik tradisi ini?
Menurut China Highlights, memakai baju baru saat Imlek melambangkan perubahan, meninggalkan masa lalu, dan memulai hal baru. Di masa lampau, banyak orang hanya memiliki satu atau dua setel pakaian untuk dipakai sepanjang tahun. Maka, momen Tahun Baru Imlek menjadi waktu spesial untuk mengenakan pakaian baru, sebagai simbol harapan untuk kehidupan yang lebih baik di tahun mendatang.
Warna merah tidak sekadar estetika. Dalam tradisi Tionghoa, merah adalah warna keberuntungan, kekuatan, dan kemakmuran. Menggunakan baju merah diyakini mampu mengundang energi positif dan keberuntungan sepanjang tahun.
Tak hanya baju, elemen lain seperti kaos kaki atau pakaian dalam merah juga sering dikenakan untuk meningkatkan aura keberuntungan. Jika Anda kurang menyukai warna merah, alternatif lainnya adalah warna emas, yang melambangkan kekayaan dan kejayaan.
Ada aturan lain terkait waktu pemakaian baju baru ini. Baju baru berwarna merah biasanya dikenakan pada hari pertama perayaan Imlek, sementara baju tidur baru berwarna merah digunakan pada malam Tahun Baru Imlek.
Namun, ada juga beberapa pantangan terkait warna dan jenis pakaian. Warna hitam, misalnya, dihindari karena melambangkan kematian dan nasib buruk. Selain itu, ripped jeans atau pakaian robek juga tidak dianjurkan, karena dianggap tidak sopan dan dapat membawa sial.
Membeli sepatu baru juga menjadi larangan. Hal ini karena dalam bahasa Kanton, kata "sepatu" terdengar mirip dengan kata yang berarti "kesialan" atau "penderitaan".
Dahulu, baju baru yang dikenakan saat Imlek biasanya dijahit sendiri oleh ibu atau istri dalam keluarga. Namun, dengan perubahan zaman, tradisi ini bergeser. Kini, banyak orang memilih membeli baju baru sebagai persiapan Imlek.
Meski tradisi telah berkembang, maknanya tetap sama yaitu memperbarui diri, membawa harapan baru, dan mengundang keberuntungan untuk tahun yang akan datang. (*)