
Kronologi Lengkap Dugaan Suap Hakim PN Jakpus: Dari Restoran hingga Serah Terima Uang Rp60 M
0 menit baca
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) Abdul Qohar mengungkapkan hasil pemeriksaan lanjutan kasus dugaan suap penanganan perkara korupsi minyak goreng di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).
Terbaru, Kejagung telah menetapkan Muhammad Syafei (MSY) yang menjabat sebagai Head of Social Security Legal Wilmar Group sebagai tersangka baru.
MSY diduga terlibat dalam praktik suap terkait putusan lepas terhadap terdakwa kasus korupsi ekspor bahan baku minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
Dalam kesempatannya, Qohar menjabarkan kronologi aliran uang suap yang melibatkan sejumlah pihak, mulai dari pertemuan di restoran hingga penyerahan uang tunai bernilai fantastis.
Mengingat kembali, Kejagung telah menetapkan empat tersangka lain dalam kasus yang sama. Mereka adalah WG yang menjabat sebagai Panitera Muda Perdata pada PN Jakarta Utara, dua advokat berinisial MS dan AR, serta MAN yang merupakan Ketua PN Jakarta Selatan.
"Peristiwa bermula dari pertemuan antara seorang advokat bernama AR dengan WG. Dalam pertemuan itu, WG menyampaikan bahwa perkara minyak goreng harus "diurus" agar tidak mendapat vonis maksimal, bahkan lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum," kata Qohar kepada wartawan, termasuk tvrinews.com, dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa, 15 April 2025.
Selanjutnya, jelas Qodar, WG juga meminta AR untuk menyiapkan biaya penanganan perkara tersebut karena AR kerap membantu urusan korporasi.
AR kemudian menyampaikan permintaan tersebut kepada MS yang selanjutnya bertemu dengan MSY di Rumah Makan Daun Muda, Jakarta Selatan.
"Dalam pertemuan itu, MS menjelaskan informasi yang diperoleh dari AR, bahwa WG mengaku dapat membantu mengurus perkara minyak goreng. Menanggapi hal tersebut, MSY menyebut bahwa “tim” sudah ada yang menangani urusan tersebut," ujar Qodar.
Sekitar dua pekan kemudian, masih dalam keterangan Qodar, WG kembali menghubungi AR untuk menekankan agar perkara ini segera diurus.
AR lalu kembali menyampaikan hal itu kepada MS, dan MS pun mengatur pertemuan kedua dengan MSY di tempat yang sama, Rumah Makan Daun Muda.
Dalam pertemuan itu, MSY menyampaikan bahwa pihak korporasi telah menyiapkan dana sebesar Rp20 miliar.
"Hasil pertemuan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan pertemuan lanjutan yang melibatkan AR, WG, dan MS di Rumah Makan Layar Sibubur Cedayu, Kelapa Gading, Jakarta Timur," ucap Qodar.
"Di sana, Muhammad Arief Buryanta menegaskan bahwa perkara minyak goreng tidak bisa diputus bebas, namun masih bisa diupayakan untuk diputus onslag (lepas dari tuntutan hukum). Sebagai respons atas permintaan awal, Arief meminta jumlah uang yang tersedia, yakni Rp20 miliar, dikalikan tiga, sehingga menjadi Rp60 miliar," tutur Qodar menambahkan.
Setelah itu, WG kembali meminta AR untuk menyiapkan uang sebesar Rp60 miliar. AR menyampaikan, kata Qodar, kembali permintaan tersebut kepada MS, yang lalu menghubungi MSJ.
Dalam percakapan itu, MSY menyatakan siap menyiapkan uang dalam bentuk mata uang asing—dolar Amerika Serikat atau dolar Singapura.
Tiga hari kemudian, MSJ kembali menghubungi MS dan mengatakan bahwa dana tersebut sudah tersedia. MSY pun menanyakan lokasi penyerahan uang. MS kemudian memberikan nomor ponsel AR untuk koordinasi lebih lanjut.
AR dan MSJ akhirnya bertemu di area parkir kawasan SJBD. Dalam pertemuan itu, MST menyerahkan uang tunai kepada AR, yang kemudian langsung mengantarkannya ke rumah WG di Klaster Eboni, Jalan Eboni 6 Blok AE, Bukakura, Diriting, Jakarta Utara.
"Uang tersebut kemudian diserahkan oleh WG kepada MAN. Namun, dalam proses penyerahan, MAN justru memberikan uang sebesar Rp50 juta kepada WG—angka yang menjadi bagian dari dugaan tindak pidana suap yang sedang diselidiki," kata Qodar.
Seluruh rangkaian ini diungkap berdasarkan hasil pemeriksaan saksi-saksi serta dokumen-dokumen yang berhasil disita oleh tim penyidik Kejaksaan Agung dalam beberapa hari terakhir.
Dengan demikian, MSY disangkakan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a, juncto Pasal 5 ayat (1), juncto Pasal 13, juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021, serta juncto Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Sementara, empat tersangka lainnya dijerat dengan berbagai pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tersangka BG terkena Pasal 12 huruf A dan B, Pasal 5 ayat (2), Pasal 11, Pasal 18 UU Tipikor. Lalu, MS dan AR Pasal 6 ayat (1) huruf A, Pasal 5 ayat (1), Pasal 13, Pasal 18 UU Tipikor. MAN terkena Pasal 12 huruf C, B, A dan B kecil, Pasal 6 ayat (2), Pasal 5 ayat (2), Pasal 11, Pasal 18 UU Tipikor.(*)