PBB Pertimbangkan Perombakan Besar Akibat Krisis Dana
Jenewa: Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tengah mempertimbangkan perombakan besar-besaran sebagai respons terhadap krisis pendanaan yang parah. Langkah ini mencakup penggabungan sejumlah besar departemen dan pengalihan sumber daya ke berbagai wilayah di dunia.
Melansir dari The Straits Times, Jumat (2/5/2025), rencana reformasi tersebut tercantum dalam sebuah memo internal rahasia. Memo tersebut disusun oleh satuan tugas khusus yang ditunjuk oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.
"Memo ini adalah hasil dari upaya menghasilkan ide dan pemikiran dari pejabat senior tentang bagaimana mewujudkan visi Sekretaris Jenderal," kata juru bicara Guterres, Stephane Dujarric.
Dokumen tersebut berisi berbagai opsi dan saran untuk menyederhanakan struktur PBB dan meningkatkan efisiensi. Salah satu langkah utama yang diusulkan adalah mengonsolidasikan puluhan badan PBB ke dalam empat departemen inti.
Empat departemen tersebut yakni erdamaian dan keamanan, urusan kemanusiaan, pembangunan berkelanjutan, dan hak asasi manusia. Salah satu opsi yang dibahas adalah penggabungan sejumlah badan PBB.
Badan-badan tersebut mencakup WFP, UNICEF, WHO, dan UNHCR menjadi satu entitas kemanusiaan tunggal. Saran lain dalam memo termasuk integrasi UNAIDS ke dalam WHO dan pengurangan jumlah penerjemah dalam rapat-rapat resmi.
Memo tersebut menyoroti berbagai masalah sistemik yang dihadapi PBB, seperti tumpang tindih mandat dan duplikasi tugas. Selain itu, struktur birokrasi yang membengkak dan meningkatnya biaya operasional juga menjadi perhatian utama.
Reformasi ini dinilai penting agar PBB dapat menjalankan fungsinya secara lebih efisien dan hemat biaya di tengah tekanan anggaran. Situasi ini terjadi di tengah pemotongan besar-besaran bantuan luar negeri oleh Amerika Serikat di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump.
Sejak awal masa jabatan Trump, miliaran dolar bantuan luar negeri juga telah dipotong, memperparah krisis keuangan lembaga-lembaga PBB. Kantor urusan kemanusiaan PBB kini menghadapi kekurangan dana dan terpaksa memangkas 20 persen stafnya.
PBB juga mempertimbangkan langkah efisiensi lainnya seperti merelokasi staf dari kota-kota mahal seperti New York dan Jenewa ke wilayah yang lebih terjangkau. Memo kedua meminta daftar pekerjaan yang bisa dipindahkan ke lokasi lain paling lambat 16 Mei mendatang.
Langkah-langkah ini merupakan bagian dari upaya reformasi menyeluruh dan dianggap sebagai yang paling radikal dalam beberapa dekade terakhir. Meski demikian, staf yang secara langsung mendukung Majelis Umum dan Dewan Keamanan PBB tetap akan dipertahankan di New York.(*)