Polisi Ringkus Pengoplos LPG Subsidi di Karawang, Ternyata Pelaku Raup Hingga Miliaran
Karawang : Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri berhasil mengungkap kasus pengoplosan gas Liquified Petroleum Gas (LPG) ukuran 3 kilogram menjadi gas nonsubsidi 12 kilogram di daerah Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Demikian pernyataan itu disampaikan langsung oleh Direktur Dittipidter Bareskrim Polri, Brigjen Nunung Syaifuddin saat didampingi Karo Penmas Divisi Humas Polri dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan pada Senin (5/5/).
Dirtipidter Bareskrim Polri, Brigjen Nunung Syaifuddin menjelaskan, bahwa pengoplosan tabung gas LPG 3 kilogram ini terjadi di Dusun Krajan, Desa Telagasari, Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
"Pengoplosan tabung gas LPG 3 kilogram menjadi gas nonsubsidi 12 kilogram ini terjadi di pangkalan resmi yang dimiliki oleh tersangka berinisial TN warga Karawang," ungkap Nunung yang dikutip dari kanal Youtube Divisi Humas Polri pada Senin (5/5) petang.
Dari penggerebekan ini, kata Nunung menyebutkan, bahwa penyidik menemukan alat berupa selang regulator yang telah dimodifikasi untuk melakukan proses pemindahan gas dari gas subsidi ke nonsubsidi.
"Orang yang beli dari pangkalan baru, disuntik atau dipindahkan ke tabung nonsubsidi. Nah ini pangkalan sendiri yang bermain," kata Nunung.
Kepada penyidik, kata dia, tersangka mengaku mendapat keuntungan Rp106.356.000 per bulan. Bila diakumulasikan dengan lamanya waktu operasi atau setahun, maka keuntungan total yang diperoleh lebih kurang Rp1.276.272.000 atau Rp 1,2 Miliar.
"Selain di Karawang, Jawa Barat, Dittipidter Bareskrim Polri juga berhasil mengungkap kasus yang sama di wilayah Semarang, Jawa Tengah," ungkapnya.
Untuk yang di Semarang, lanjutnya, dugaan tindak pidana penyalahgunaan tabung gas LPG 3 kilogram bersubsidi terjadi di Jalan Perintis kemerdekaan Nomor 24, Kelurahan Pudakpayung, Banyumanik, Kota Semarang, Jawa Tengah.
"Dari pengungkapan ini, penyidik Dittipdter Bareskrim Polri berhasil menangkap tiga orang tersangka yang diantaranya itu yakni FZSW Alias A, DS, dan KKI," jelas Nunung.
Untuk modus operandinya, Nunung menyebutkan, bermula dari tersangka FZSW yang rupanya pemilik gudang sebelumnya merupakan gudang pangkalan gas dengan memiliki izin perorangan yang dicabut izinnya atau Pemutusan Hubungan Usaha (PHU) sejak 2020 karena menjual di atas HET. Namun plang izin tersebut, masih menempel di pintu masuk gudang yang memang menjadi pengecer gas. Sehingga masyarakat menilai pangkalan tersebut masih berizin.
"Ketika banyak masuk dan keluar gas 3 kilogram maupun non subsidi dari gudang tersebut, tak ada masyarakat yang curiga. Rupanya, kegiatan penyuntikan dilakukan pada malam hari hingga subuh, yaitu sejak pukul 18.00 WIB sampai dengan pukul 03.00 WIB untuk setiap harinya apabila bahan baku dan pesanan ada," bebernya.
Lebih lanjut Nunung mengungkapkan, bahwa para tersangka ini rata-rata bisa melakukan penyuntikan dalam satu hari kerja sebanyak 50 sampai 60 tabung gas 12 kilogram (nonsubsidi).
"Bila mereka bekerja berdua maka sehari bisa mengisi tabung 12 kilogram sebanyak 100 hingga 120 tabung (1 tabung 12 kilogram dapat diisi 4 tabung 3 kilogram), sehingga butuh 400 sampai 480 tabung 3 kilogram sehari kerja," papar Nunung.
Menurutnya, semua proses penyuntikan dilakukan secara tertutup. Yang di mana, kata dia melanjutkan, pintu masuk dari samping dapat menggunakan remote dan hanya bisa diakses dari dalam kantor yang terdapat CCTV. Sehingga tamu atau petugas yang datang, akan diketahui oleh para tersangka.
"Nantinya, hasil penyuntikan dari ruang tertutup tadi, akan dipindahkan ke gudang dan disusun rapih kemudian siap untuk dipasarkan," terangnya.
Kini, tambahnya, para tersangka dijerat dengan Pasal 40 angka 9 UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU atas perubahan ketentuan Pasal 55 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
"Para tersangka ini terancam dengan ancaman hukuman pidana paling lama 6 tahun penjara dan denda sebanyak Rp 6 miliar," pungkasnya.(*)