Migran Dijemput Taksi Air Di Luat, Prancis Frustasi
Perancis: Gelombang Migran ke Inggris Makin Tak Terbendung, Modus Baru Penyelundupan Ancam Keamanan dan Buat Aparat Frustrasi.
Situasi di Selat Inggris kian memanas. polisi Prancis kewalahan membendung lonjakan imigran ilegal yang nekat menyeberang ke Inggris menggunakan perahu kecil. Jaringan penyelundup yang semakin rapi kini mengubah taktik, memunculkan "taksi air" yang beroperasi layaknya angkutan umum, menjemput penumpang di perairan dangkal, jauh dari jangkauan aparat. Downing Street bahkan menyatakan situasi ini "memburuk".
Meskipun otoritas Prancis mengklaim berhasil mencegat lebih dari dua pertiga perahu sebelum mencapai laut, para penyelundup kini meluncurkan "taksi air" dari lokasi tersembunyi, puluhan kilometer dari pantai keberangkatan utama. Mereka tak lagi menggelembungkan perahu di gumuk pasir yang dekat dengan patroli polisi. Sebaliknya, perahu-perahu ini berlayar di sepanjang garis pantai, menjemput "pelanggan" mereka yang menunggu di tengah laut, di luar jangkauan penangkapan polisi.
Sebuah pemandangan mengejutkan ketika sekitar 80 orang, termasuk wanita dan anak-anak dari Eritrea dan Afghanistan, berkumpul di perairan sepinggang dekat desa Wissant, selatan Calais. Mereka dengan sabar menanti jemputan. Ironisnya, delapan belas anggota gendarmerie Prancis hanya bisa mengawasi dari bibir pantai, menolak untuk campur tangan.
Sebuah perahu karet "taksi" yang dioperasikan oleh jaringan penyelundup tiba dan mulai berputar-putar. Dalam waktu sekitar sepuluh menit, seorang pria di bagian depan perahu terlihat mengarahkan para migran untuk naik secara terorganisir. Beberapa anak-anak terlihat berpegangan erat pada bahu kerabat mereka, sesekali menangis. "Ya, ke Inggris," kata seorang pria Afghanistan kepada wartawan, matanya tertuju pada perahu, menunggu gilirannya.
Sistem "taksi air" ini tampaknya memberi para penyelundup kendali lebih besar atas proses yang seringkali kacau dan berbahaya. Sebelumnya, upaya penyeberangan melibatkan kerumunan besar yang menyeret perahu ke air dan berebut naik, seringkali berujung tragis. Setahun lalu, sebuah insiden di pantai dekat lokasi ini menewaskan lima orang, termasuk seorang gadis berusia tujuh tahun, akibat terinjak-inijak atau mati lemas saat sekitar seratus migran berebut naik ke perahu yang sama.
Kolonel Olivier Alary, yang turut menyaksikan kejadian tersebut dan menjelaskan bahwa aturan operasional pasukannya sangat jelas. Mereka hanya akan melakukan intervensi untuk menyelamatkan seseorang jika terancam tenggelam, atau mencoba menghentikan perahu jika terjebak di gosong pasir. Namun, terlalu berisiko bagi polisi untuk mencoba menjangkau perahu yang sudah terapung.
"Polisi akan bisa berbuat lebih banyak... jika aturan yang mengatur tindakan kami di laut diubah," ujar Kolonel Alary kepada BBC News, merujuk pada niat pemerintah Prancis untuk merevisi aturan tersebut dalam beberapa minggu mendatang, guna memberikan kelonggaran lebih bagi polisi. "Sangat penting bagi kami untuk tidak menciptakan kepanikan dan membahayakan orang-orang ini lebih lanjut. Jika aturan berubah untuk memungkinkan kami melakukan intervensi terhadap 'taksi air' ini, sedekat mungkin dengan pantai, maka kami akan dapat... menjadi lebih efektif," tambahnya, saat perahu yang sudah penuh akhirnya berlayar menuju pesisir Inggris.